Manakah produk kami yang paling Anda sukai?

Kamis, 24 Juni 2010

Sandal Jepit Lusuh Itu...


Selera makanku mendadak hilang. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi kepala ini. Duh… betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop ini rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin nggak ketulungan. “Istriku, kapan kau dapat memasak dengan benar…? Selalu saja, kalau tak keasinan…kemanisan, kalau tak keaseman… ya kepedesan!” Ya, aku tak bisa menahan emosi untuk tak menggerutu.

”Sabar Bang…, Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau kayak Rasul…? ” ucap isteriku kalem.
“Iya… tapi abang kan manusia biasa. Abang belum bisa sabar seperti Rasul. Abang tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini…!” Jawabku dengan nada tinggi. Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya sudah merebak.

***
Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ini penuh dengan jumput-jumput harapan untuk menemukan ‘baiti jannati’ di rumahku. Namun apa yang terjadi…? Ternyata kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal pecah. Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini. Piring-piring kotor berpesta pora di dapur, dan cucian… ouw… berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan detergen tapi tak juga dicuci.

Melihat keadaan seperti ini aku cuma bisa beristigfar sambil mengurut dada. “ Dek.. Dek, bagaimana Abang tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini…?” ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Dek… isteri sholihat itu tak hanya pandai ngisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur tetek bengek urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah…?” Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yang kelihatan begitu pilu.

“Ah…wanita gampang sekali untuk menangis…,” batinku berkata dalam hati. “Sudah diam Dek, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihat…? Isteri shalihat itu tidak cengeng,” bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai dipipinya.
“Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang Adek tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja untuk jalan saja susah.Adek kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama sekali,” ucap isteriku diselingi isak tangis. “Abang nggak ngerasain sih bagaimana maboknya orang yang hamil muda…” Ucap isteriku lagi, sementara air matanya kulihat tetap merebak.

***
"Bang…, nanti antar Adek ngaji ya…?” pinta isteriku.
“Aduh, De… Abang kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?” ucapku.
“Ya sudah, kalau abang sibuk,Adek naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan,” jawab isteriku.
“Lho, kok bilang gitu…?” selaku. “
"Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini kepala Adek gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam bus dengan suasana panas menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa,” ucap isteriku lagi.
“Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja,” jawabku ringan.

Meeting hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai.

Kuperhatikan sepatu yang berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal. “Wanita, memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu,” aku membathin sendiri.

Mataku tiba-tiba terantuk pandang pada sebuah sendal jepit yang diapit sepasang sepatu indah. Dug! Hati ini menjadi luruh. “Oh….bukankah ini sandal jepit isteriku?” tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit kumal yang tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan isteriku. Sampai-sampai kemana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-temannnya bersepatu bagus. “Maafkan aku Maryam,” pinta hatiku.

“Krek…,” suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab ibunya. Beberapa menit setelah kepergian dua teman istriku itu, kembali melintas teman-temannya yang lain. Namun, belum juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi isteriku belum juga keluar.

Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh gamis gelap dan jilbab hitam melintas. “Ini dia istriku!” pekik hatiku. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya.

Diam-diam hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isteri. Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurangan isteriku, padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku.

Aku benar-benar menjadi malu . Selama ini aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal Rasul telah berkata: “Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” Sedang aku..? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli isterinya dengan baik. Sedang aku…? terlalu sering ngomel dan menuntut isteri dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya. Aku benar-benar merasa menjadi suami terdzalim!

“Maryam…!” panggilku, ketika tubuh berbaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia. “Abiang…!” bisiknya pelan dan girang. Sungguh, aku baru melihat isteriku segirang ini. “Ah, kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?” sesal hatiku.

***
Esoknya aku membeli sepasang sepatu untuk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. “Alhamdulillah, Terima kasih ya Bang…,”ucapnya dengan suara tulus.

Ah, Maryam, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud dan ‘iffah sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku…?

Source : i Catatan Akbar Maulana

oOo

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Bila ia benci darinya satu akhlak niscaya ia ridha dengan akhlak yang lain"

Berdasar hadits di atas cerita ini hanyalah sebagai motivasi bagi yang telah membangun sebuah keluarga, bagi yang belum berkeluarga silakan diambil manfaatnya.

Link diskusi topik ini:

www.facebook.com

NASEHAT UNTUK PENDIRI ORGANISASI, JAMA’AH DAN PARTAI (Tafsir Al-Qur’an Surat Al-An’am: 159)

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Artinya ; Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Alloh, kemudian Alloh akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat” [Al-An’am ; 159]

MUQADDIMAH

Lembaga Dakwah pada zaman sekarang menyebar di mana-mana. Mereka mendirikan organisasi, partai dan beberapa jama’ah, mereka berdalih untuk memperjuangkan Islam. Akan tetapi kenyataan yang ada, mereka saling berpecah-belah. Mereka merasa kelompoknya yang paling benar, para pengikutnya pun merasa bangga dengan pemimpinnya, keputusan pemimpin seperti wahyu ilahiah yang tidak boleh dibantah dan harus ditaati, terancam jiwanya bila dikritik karena salah keputusannya, mau mengkritik akan tetapi tidak mau dikritik, kadang kala menolak da’i yang bukan golongannya apabila dianggap merugikan kelompoknya sekalipun da’i itu benar, mereka merasa sedih bila anggotanya keluar. Inilah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bagi orang yang tahu hakikatnya. Benarkah demikian cara kita memperjuangkan Islam? Insya Alloh dengan menyimak pembahasan berikut ini dan fatwa ulama Sunnah kita akan tahu jawabannya.

MAKNA AYAT SECARA UMUM

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Pemeluk agama sebelumnya berselisih satu sama lain di dalam pola berfikir. Masing-masing mengaku bahwa kelompoknya yang benar, umat ini pun berselisih satu sama lain di dalam beragama, semuanya tersesat kecuali satu yaitu Ahlus Su’nnah wal Jama’ah, yaitu mereka yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan generasi pertama dari kalangan Sahabat Radhiyallahu ‘anhum dan para tabi’in dan para ulama kaum muslimin (salaf) dahulu dan sekarang, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrok-nya ketika Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang golongan yang selamat, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Mereka adalah orang yang mengikuti Sunnahku pada hari ini dan Sahabatku” [Tafsir Ibnu Katsir 5/282]

Ayat ini diperhatikan secara serius oleh ulama Sunnah, oleh karena itu sungguh amat beruntung apabila kita dalat mengambil ilmu mereka. Mari kita simak nasehat mereka.

FAWAID AYAT

[a]. Tanda orang musyrik, mereka suka berpecah-belah.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Orang musyrik suka mengganti dan merubah agamanya, mereka beriman terhadap sebagian akan tetapi menolak sebagian yang lain. Mereka meninggalkan agamanya seperti orang Yahudi, Nasrani, Majusi, penyembah berhala dan semua pengikut agama yang bathil sebagaimana dicantumkan di dalam ayat ini (Al-An’am ; 159)” [Tafsir Ibnu Katsir 6/282)

[b]. Hindari partai dan golongan yang merusak persatuan umat dan agama

Ibnu Jarir At-Thobari rahimahullah berkata : “Orang yang tersesat mereka meninggalkan agamanya dan sungguh partai dan golongan telah memecah belah agama yang diridhoi Alloh untuk para hamba-Nya, sehingga sebagian menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi. Inilah yang dinamakan perpecahan, mereka bergolong-golongan tidak mau bersatu, mereka mengerti agama yang benar, akan tetapi meninggalkannya dan memecah-belah” [Tafsir At-Thobari 8/78]

[c]. Pemecah-belah umat bukan golongan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abu Syaikh dari As-Sudi bahwa maksud ayat “ wahai Nabi kamu tidak diperintah untuk memerangi mereka”, lalu dihapus ketetapan ini dengan surat Al-Baqoroh : 92, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintah memerangi mereka. Abul Ahwash berkata : “Nabimu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari umatnya yang berselisih” [Durul Mansur 3/400]

Adapun faidah yang lain, masih banyak sekali sebagaimana tertulis dalam kitab tafsir dan lainnya.

ORGANISASI, PARTAI DAN HUKUMNYA

Organisasi ialah kumpulan beberapa orang yang mempunyai tugas masing-masing dengan tujuan yang sama dan disusun secara berstruktur.

Persatuan adalah gabungan dari beberapa bagian yang sudah bersatu dalam suatu lembaga.

Himpunan adalah organisasi atau perkumpulan yang bersatu dalam satu wadah karena satu idiologi [Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer : 1063]

Yayasan ialah badan hukum yang tidak beranggota, ditangani oleh pengurus, didirikan dengan tujuan mengupayakan layanan dan bantuan sosial seperti sekolah, rumah sakit dan sebagainya. [Halaman : 1727]

Partai politik adalah kumpulan orang yang mempunyai asas, haluan, pandangan, serta tujuan yang sama di bidang politik. [Halaman ; 1099]

Dari keterangan di atas diketahui bahwa organisasi atau kelompok yang didirikan untuk urusan duniawi menurut asal hukumnya adalah halal, kecuali bila organisasi tersebut membawa mafsadah atau kerusakan pribadi, umat atau agama Islam, maka hukumnya haram, sebagaimana kaidah usul yang mengatakan al-ashlu fil-asyya’-al-ibahah (asal segala sesuatu hukumnya mubah).

“Dia-lah Alloh yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” [Al-Baqoroh : 29]

HUKUM MENDIRIKAN ORGANISASI DAKWAH

Bagaimana bila mendirikan partai, jama’ah, golongan dengan tujuan berdakwah!? Berikut ini jawabannya.

“Dan janganlah kamu termasuk orang yang menyekutukan Alloh yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” [Al-Rum : 31-32]

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Tidak boleh bagi siapa pun mengangkat orang mengajak umat ini untuk mengikuti pola hidup dan peraturannya, senang dan membenci karena dia selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ijma ulama Sunnah. Adapun ciri ahli bid’ah mereka mengangkat pemimpin dari umat ini, atau membuat peraturan yang mengakibatkan umat berpecah belah, mereka mencintai umat karena mengikuti peraturan golongannya dan memusuhi orang yang tidak mengikuti golongannya” [Dar’ut Ta’arudh 1/149]

Selanjutnya beliau rahimahullah berkata ;”Dan tidak boleh seorangpun membuat undang-undang yang dia menyenangi orang atau memusuhinya dengan dasar peraturannya, bukan peraturan yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah 20/164]

Syaikh Sholih Fauzan (anggota Kibarul Ulama Saudi Arabia) ditanya : “Kita sering mendengar istilah jama’ah-jama’ah (golongan-golongan) Islam pada zaman sekarang yang telah menyebar di dunia. Dari mana istilah penamaan ini?

Beliau menjawab :”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi tahu kepada kita cara beramal, beliau tidaklah meninggalkan sesuatu yang dapat mendekatkan umat ini kepda Alloh melainkan beliau telah menjelaskannya, dan tidaklah meninggalkan sesuatu yang membuat manusia jauh dari Alloh melainkan beliau telah menjelaskannya. Termasuk perkara yang kamu tanyakan ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian hidup (setelah aku meninggal dunia) akan menjumpai perselisihan yang banyak. Bagaimana cara menanggulanginya ketika peristiwa ini terjadi? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Wajib bagimu berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku, hendaknya kamu berpegang kepadanya, dan gigitlah dengan gigi gerahammu, jauhkan dirimu dari perkara baru, karena setiap perkara baru bid’ah dan setiap bid’ah dan setiap bid’ah adalah tersesat’. (Dishahihkan oleh Al-Albani. Lihat Al-Irwa : 2455)

Maka dari jama’ah yang ada, apabila dia berdiri di atas petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, terutama Khulafaur Rasyidin dan abad yang mulia, maka jama’ah dan golongan dimana saja kita masuk di dalamnya, dan wajib kita bekerja sama dengan mereka. Adapun jama’ah yang menyelisihi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita wajib menjauhinya, walaupun dia mengatakan jama’ah islamiah. Yang menjadi ukuran bukan nama, akan tetapi kenyataan. Adapun nama memang banyak dan marak kita saksikan dimana-mana, akan tetapi nihil dan bathil juga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Telah berpecah-belah orang Yahudi manjadi tujuh puluh dua golongan, dan akan bepecah belah umat ini menjadi tujuh puluh tiga golongan, semua di neraka kecuali satu. Kami berkata ; ‘Siapa dia wahai Rasulullah ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Orang yang berpijak semisal saya pada hari ini dan berpijak kepada Sunnah sahabatku”

Keterangan ini jelas dan gamblang. Jika kita menjumpai jama’ah dan ini tandanya, mereka mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka mereka golongan Islam yang benar. Adapun jama’ah yang menyelisihi jalan ini, dan berjalan di atas jalan yang lain, jama’ah itu bukan golongan kita, dan kami pun bukan golongan mereka, kita tidak masuk di dalamnya, dan mereka pun tidak masuk golongan kita, mereka bukan dinamakan jama’ah, akan tetapi mereka itu firqoh (golongan pemecah-belah) dari firqoh yang tersesat. Karena itulah jama’ah tidaklah ada melainkan di atas manhaj yang benar, yang manusia bersatu di atasnya, sedangkan kebathilan pasti memecah-belah dan tidak menyatukan, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“…Dan jika mereka berpaling sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu) “[Al-Baqarah : 137] [Al-Ajwibah Al-Mufidah an As’ilatil Manahajil Jadidah 6-8]

Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid (anggota Kibarul Ulama Saudi Arabia) berkata :”Tidak boleh diangkat seorangpun untuk mengajak umat ini menuju ke jalannya melainkan Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Rasul kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa yang mengangkat selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panduan hidup maka dia tersesat dan ahli bid’ah” [Hukmul Intima Ilal Firoq wal Ahzab wa Jama’at Islamiyah : 96-97]

Syaikh Abu Anas Ali berkata : “Sesungguhnya partai dan golongan yang memiliki peraturan yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah ditolak oleh ajaran Islam, karena tidak ada dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang membolehkan umat Islam berpartai dan bergolong-golongan, justru sebaliknya kita jumpai banyak dalil yang mencela berdirinya beberapa partai dan golongan, misalnya firman-Nya yang tercantum dalam surat Al-An’am : 159 dan Ar-Rum : 32, bahkan dampak yang kita ketahui dengan adanya banyak partai dan golongan satu sama lain saling menjelekkan, mencaci dan memfasikan, bahkan boleh jadi lebih dari pada itu, mengkafirkan yang lain tanpa dalil” [Kaifa Nualiju Waqanal Alim 199-200]

BENARKAH DAKWAH TIDAK AKAN MAJU TANPA ORGANISASI?

Syaikh Abu Anas Ali berkata : “Ada orang yang berkata :’Tidak mungkin dakwah akan tegak dan tersebar melainkan apabila di bawah naungan partai dan golongan’. Maka kami jawab : Syaikh Ibnu Utsaimin berkata :’Pendapat ini adalah salah, bahkan sebaliknya dakwah menjadi kuat dan tersebar tatkala manusia kuat berpegang teguh kepda Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang paling banyak mengikuti jejak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Ketahuilah wahai para pemuda! Sesungguhnya banyaknya jama’ah atau golongan adalah fakta yang menyakitkan dan bukan fakta yang menyehatkan. Saya berpendapat hendaknya umat Islam satu partai saja, yaitu yang kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [As-Shohwatul Islamiyah Dhowabith wa Taujihat oleh Syaikh Ibnu Utsaimin : 258-259]

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata : “Adapun umat yang berpecah-belah menjadi sekian banyak golongan sehingga masing-masing mengatakan dia yang paling benar, bukan hanya ini saja, bahkan mereka menganggap sesat golongan lain, membid’ahkan golongan yang lain, membuat orang menjauhi kelompok lain, maka tidaklah diragukan bahwa ini adalah pendiskreditan dan cacat bagi umat Islam. Ini merupakan senjata yang paling kuat untuk membinasakan kebangkitan Islam yang penuh barokah ini. Maka kamu perlu menasehati saudara-saudara kami, hendaknya kalian bersatu, hindari perpecahan, kembalikah kepada jalan yang haq Inilah kewajiban setiap umat Islam” [Kajian rutin setiap bulan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin edisi pertama hal.31]

Al-Muhaddits Al-Albani ketika ditanya : “Bagaimana menurut pandangan syariat Islam, kaum muslimin bergolong-golongan, berpartai yang berbeda berorganisasi Islam, padahal satu sama lain berbeda sistemnya, caranya, seruannya, aqidahnya dan berbeda pula landasan pegangan yang menjadi pegangan mereka, padahal golongan yang benar hanya satu sebagaimana disebut di dalam hadits yang shahih?. Beliau menjawab : “Tidaklah ragu bagi orang yang berilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah dan memahaminya dengan pemahaman salafush shalih yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahwa berpartai, bergabung dengan kelompok-kelompok yang berbeda pola berfikirnya, ini adalah yang pertama. Dan manhaj atau cara serta sarana yang berbeda pula, ini yang kedua, maka tidaklah Islam membolehkan hal ini sedikit pun, bahkan Alloh Pencipta kita melarang kita berpecah-belah bukan hanya satu ayat, misalnya surat Ar-Rum : 32, Hud : 118-119. Di dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla tidak mengecualikan perselisihan yang pasti terjadi, (karena ini merupakan kehendak kauni yang harus terjadi, bukan kehendak syar’i), maka Allah hanya mengecualikan golongan yang dirahmati, yaitu : “Kecuali orang yang dirahmati oleh Raabmu” [Hud : 119] [Fatwa Syaikh Al-Albani rekaman kaset nomor : 608, atau lihat Kitab Kaifa Nualiju Waqianal Alim : 201]

Syaikh Ibnu Jibrin tatkala ditanya : “Bagaimana hukumnya umat Islam mendirikan partai politik?” Beliau menjawab ; “Islam mengajak kita bersatu, dan melarang kita berpecah-belah, orang Islam dilarang berpecah-belah berdasarkan firman-Nya di dalam surat Al-Imran ; 105, surat Ar-Rum : 31-32

Dari keterangan ulama Sunnah di atas nampak jelas bahwa kenyataan yang ada, partai dan golongan yang landasannya menyimpang dari Sunnah tidaklah menjadi sebab berkembangnya dakwah Islamiyah, akan tetapi sebaliknya merusak aqidah umat. Berapa banyak para tokoh partai menghalalkan yang haram, menghalalkan bid’ah dan syirik, loyal dengan agama selain Islam karena ingin mencari pengikut dan ingin mencari kursi. Akan tetapi sebaliknya berdakwah yang dilakukan oleh perorangan dari kalangan ulama Sunnah yang kembali kepada pemahaman salafush shalih, mereka berhasil, mereka bersatu, walaupun lain tempat dan waktu. Lihat dakwah Imam Ahmad rahimahullah dan ahli hadits lainnya, ahli fikih dan ahli tafsir salafush shalih, Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab dan ulama Sunnah yang baru saja meninggal dunia, misalnya Ibnu Baz, Al-Albani, Ibnu Utsaimin dan lainnya baik yang telah meninggal dunia atau yang masih hidup, dakwah mereka nyata, menerangi penduduk dunia, rohmatan lil alamin. Mereka berhasil memberantas kemusyrikan dan kebid’ahan, penyakit yang sangat berbahaya di dunia yang merusak tauhid dan Sunnah, padahal mereka tidak mendirikan partai, organisasi dan jama’ah yang tersesat.

BAHAYA FANATIK GOLONGAN

Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali berkata ; “Sungguh sebagian ulama telah menjelaskan kerusakan yang disebabkan oleh manusia yang fanatik kepada madzhab-madzhab atau golongan, di antaranya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, beliau menjelaskan kerusakannya sebagai berikut.

[1]. Menentang nash yang kuat dari Al-Qur’an dan Sunnah, karena fanatik kepada golongan, dan kadangkala merasa cukup dengan pendapat saja.

Penulis berkata : “Memang demikian kenyataannya, banyak pengikut terkena sihir dan tertipu oleh pemimpinnya, sehingga agama adalah apa kata pemimpinnya’.

[2]. Mengambil hadits lemah dan palsu sebagai dasar untuk mempertahankan pendapatnya, bahkan mereka berdusta dan berani membuat hadits untuk mendukung pendapatnya.

Penulis berkata : “Di antara ciri ahli bid’ah, mereka menolak hadits yang shahih dan mengambil hadits yang lemah”.

[3]. Mereka mendahulukan pendapat orang yang dianggap berilmu pada zaman sekarang dari pada ilmu ulama salafush shalih.

Penulis berkata : “Benar, karena ulama salaf pada zaman dahulu dianggap tidak tahu fiqhul waqi’ atau politik, dan dituduh dengan tuduhan jelek”

[4]. Terjerat oleh pendapat perorangan, dan tidak mau mengambil ilmu atau kebenaran madzhab yang lain, tidak mau membaca nasehat ulama, dikarenakan fanatik kepada pemimpinnya

Penulis berkata :”Memang demikian, tidak sedikit pemimpin yang rusak aqidah dan moralnya, akan tetapi karena jadi pemimpin, menjadi cermin hidup oleh pengikutnya”.

[5]. Umumnya ketetapan atau anggaran dasar setiap golongan sunyi dari dalil syar’i bahkan membecinya.

Penulis berkata : “Benar, bagaimana tidak, karena tim perumusnya dari berbagai macam aliran, sedangkan ketetapan diambil dengan cara suara terbanyak, mana yang banyak itulah yang menang.

[6]. Tersebarnya taqlid, jumud dan tertutupnya pintu ijtihad.

[Diringkas dari At-Taasshub Al-Dzamim wa Atsarohu oleh DR Rabi bin Hadi Umar Al-Madkhali 5-15]

Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid menjelaskan ada empat puluh satu bahaya dengan berdirinya partai dan golongan Islam diantaranya.

1) Mereka mengikat wala dan bara atau menyenangi dan membenci orang karena golongan.

2). Kebanyakan kelompok/golongan yang menamakan dirinya kelompok/ golongan Islam merusak Islam, lihat kelompok Baha’iyah dan Qodyaniah, dst.

3). Kami bertanya : “Apakah setiap partai membolehkan apabila ditandingi oleh partai yang lain di dalam suatu negeri? Jika dijawab boleh, ini adalah jawaban yang tidak masuk akal, dan tidak ingin umat ini menjadi baik. Jika tidak noleh, bagaimana membolehkan dirinya dan melarang orang lain? Padahal semua partai menurut dugaan mereka ingin membela Islam”.

4). Berapa banyak partai dasarnya hanya politik belaka, sunyi dari kaidah Islam, yang akhirnya merusak Islam dan dakwah Islam menjadi suram.

5). Dengan adanya beberapa golongan di dalam tubuh kaum muslimin menunjukkan adanya perpecahan didalamnya

6). Dengan banyaknya partai akan mengebiri aktivitas amal Islami

7). Masing-masing parati dan golongan menyembunyikan kebenaran Islam karena penyakit fanatic golongan.

8). Partai dan golongan pasti merupakan persaudaraan umat Islam

9). Dengan berdirinya banyak golongan pasti mencela dan memberi gelar yang jelek kepada golongan lain. Ini adalah ciri orang jahiliyah perusak Islam.

10). Partai dan golongan dibangun atas dasar suara yang banyak, tidak mau dikriitik dan dibantah.

12). Pada awalnya partai itu dibangun untuk mewujudkan amal Islami agar menjadi insan yang bertauhid, akan tetapi pada umumnya berubah menjadi bentuk yang aneh pada tubuh umat, karena ingin menyaingi partai yang lain.

13). Bahaya yang paling nampak dengan berdirinya golongan dan partai adalah lenyapnya dakwah menuju ke jalan Allah sesuai dengan dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

14). Dakwah yang dilakukan partai dibangun atas dasar pola berfikir dan rancangan kelompoknya

Inilah sebagian bahaya akibat munculnya banyak partai dan golongan. Bagi yang ingin mengetahui bahaya yang lain, silahkan baca kitab Hukmul Intima’ Ilal Firoq Wal Ahzab Wal Jama’at Al-Islamiyah oleh Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid hal. 135-152]

UMAT ISLAM PASTI BERPECAH-BELAH AKAN TETAPI WAJIB BERSATU

Fitnah yang muncul pada akhir zaman bahwa umat Islam berpecah-belah menjadi beberapa golongan, masing-masing mengaku kelompoknya yang benar, seperti halnya orang Yahudi dan orang Nasrani, mereka berpecah-belah dan mengaku bahwa hanya golongannya yang benar

“Dan orang-orang Yahudi berkata : ‘Orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan’, Dan orang-orang Nasrani berkata : ‘Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan’. Padahal mereka (sama-sama) membuat Al-KItab” [Al-Baqarah : 113]

Adapun dalil yang menjelaskan bawa umat Islam pada akhir zaman pasti berpecah-belah diantaranya adalah hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Sesungguhnya bani Israil berpecah-belah menjadi tujuh puluh satu, dan sesungguhnya umat ini akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh dua, semuanya di neraka kecuali satu, dan dia adalah jama’ah” [HR Ibnu Majah ; 3983] Dishahihkan Al-Albani Shahih Ibnu Majah 2/364.

Yang dimaksud jama’ah di dalam hadits ini adalah kembali kepada yang haq, atau sebagaimana yang diterangkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu orang yang berpijak kepada Sunnahku pada hari itu dan Sunnah para sahabatku.

Perpecahan umat Islam ini merupakan takdir kauny (kehendak Allah untuk menciptakannya) bahwa pada akhir zaman umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti berpecah-belah, akan tetapi bukan berarti kita boleh berpecah-belah, sebagaimana dalil yang selalu dikumandangkan oleh orang ahli bid’ah dalam rangka menutup aib mereka, mereka berdalil dengan hadits palsu ‘ ikhtilafu umati rahmat’ (perpecahan umat ini adalah rahmat). Ketahuilah perkataan itu bukan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi hadits palsu. Syaikh Al-Albani berkata : “Para pakar ahli hadits telah mencoba mencari sanad hadits ini akan tetapi tidak menemukannya” [Lihat Silsilah Ahadits Dho’ifah 1/141]

Dalil mereka ini tidak masuk akal, karena mustahil orang yang berselisih dan berpecah-belah hidupnya penuh dengan rahmat. Bukankah pasangan suami-istri bila berselisih terancam jiwanya, bagaimana berselisih dalam hal aqidah dan ibadah merasa rahmat?! Oleh karena itu ahli bid’ah dan orang yang fanatik golongan merasa sakit hatinya bika dikritik kesalahannya.

Ketahuilah perpecahan umat ini merupakan ujian bagi orang yang beriman, hendaknya mereka memilih jalan yang benar dan meninggalkan kelompok tersesat lainnya. Adapun dalil wajibnya kita bersatu, tidak boleh berpecah-belah dan bergolong-golongan.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” [Ali-Imran ; 103]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya Allah meridhoi kamu tiga perkara dan membenci kamu tiga perkara ; Dia meridhoi kamu apabila kamu beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu kepada-Nya, dan apabila kamu berpegang teguh kepada tali Allah semua dan kamu tidak berpecah-belah” [HR Muslim : 3236]

BAGAIMANA AGAR UMAT ISLAM BERSATU?

Ayat dan hadits diatas menunjukkan cara untuk menyatukan umat Islam, yaitu kita harus kembali kepada tali Allah, sedangkan makna tali Allah ialah Al-Qur’an dan Sunnah sebagaimana dijelaskan di dalam hadits.

“Kitab Allah adalah tali Allah yang menjulur dari langit ke bumi” [Lihat Silsilah As-Shahihah 5/37]

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa As-Sunnah termasuk tali Allah, sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya’ [HR Imam Malik 1395 bersumber dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dihasankan oleh Al-Albani di dalam kitabnya Manzilatus Sunnah fil Islam 1/18]

Pada zaman sekarang umat Islam tidak cukup hanya bepegang kepada Al-Qur’an dan hadits yang shahih untuk menyatukan umat, karena ahli bid’ah pun mengaku berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah, akan tetapi mereka berselisih dan berpecah-belah, karena itu tidaklah umat Islam akan bersatu melainkan apabila di dalam berpegang kepada Al-Qur’an dan hadits yang shahih disertai dengan pemahaman salafush shalih, dari kalangan para sahabat, tabi’in dan ahli hadits, sebab jika tokoh umat memahami dalil nash dengan pemahaman salafush shalih niscaya mereka tidak akan berpecah belah walaupun mereka berselisih dalam suatu masalah, karena khilaf mereka jatuh pada masalah ijtihadiah.

Adapun dalil wajibnya kita memahami dalil nash dengan pemahaman salafush shalih adalah sebagai berikut.

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” [At-Taubah : 100]

Dalam ayat di atas Allah memuji sahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik, yang sekarang dikenal dengan nama ahlus sunnah wal jama’ah atau pengikut as-salafush sholih.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Maka barangsiapa yang menjumpai itu (perpecahan umat) hendaknya dia berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para kholifah yang menunjukkan kepada kebaikan dan mendapat petunjuk, gigitlah Sunnah ini dengan gigi geraham” [HR Tirmidzi 2600 dan lainnya dishahihkan Al-Albani lihat Silsilah As-Shahihah 6/610]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya berpesan kepada umatnya agar berpegang kepada Sunnahnya saja, akan tetapi kepada Sunnah sahabat pula.

Dari Abu Burdah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Dan sahabatku adalah orang yang dapat dipercaya untuk umatku, maka jika mereka telah pergi, maka akan datang apa yang dijanjikan kepada umatku” [HR Muslim 4596]

Imama Nawawi rahimahullah berkata : “Adapun makna “apa yang dijanjikan” yaitu munculnya bid’ah, perkara baru dalam urusan agama, dan munculnya fitnah” [Syarah Imam Muslim 16/83]

Selanjutnya orang yang menolak pemahaman para sahabat maka akan diancam menjadi orang yang tersesat.

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” [An-Nisa : 115]

Syaikh Al-Albani berkata : “Benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa umat Islam pada zaman sekarang –kecuali sedikit di antara mereka- tatkala mereka tidak berpegang teguh dengan kitab Allah dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka tersesat dan hina, yang demikian itu karena mereka berpegang kepada pendapat pemimpin mereka.

Tatkala terjadi perselisihan, pendirian mereka pada dasarnya kembali kepada pemimpin mereka, jika ada ayat yang cocok, mereka ambil, jika tidak, mereka tolak. Bahkan sebagian mereka berkata : “Setiap ayat atau hadits yang bertentangan dengan pendapat mereka, maka dimansukh (dihapus)”. Semoga Allah merahmati Imam Malik rahimahullah, beliau berkata : “Dan tidak akan baik umat pada akhir zaman ini melainkan apabila mereka kembali sebagaimana ulama pertama memperbaiki umat” [Hajjatun Nabi 1/71]

Kesimpulannya para tokoh masyarakat hendaknya mengajak umat agar kembali kepada pemahaman salafush shalih tatkala mengambil dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, agar umat tetap bersatu dan tidak timbul perasaan benar sendiri dan menyalahkan orang benar.

Tokoh umatnya hendaknya hati-hati dalam memimpin umat jangan sampai menjadi penyebab kerusakan umat.

Dari Tsauban Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan dari umatku adalah para pemimpin yang menyesatkan” [HR Tirmidzi 2155 dishahihkan oleh Al-Albani Shahihul Jami’ 2316]

Tokoh umat hendaknya takut di hadapan pengadilan Allah pada saat pengikut mengadu pada hari kiamat. Baca surat Ibarhim : 21-22 dan surat Ghofir : 47-48, surat As-Saba : 31-33. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi petunjuk kepada kita semua, menjadi pemimpin yang mengajak umat kepada yang haq yang diridhoi oleh Allah Jalla Jala Luhu.


Oleh: Al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron

[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 6, Th. Ke-7 1429/2008. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Alamat : Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]

Rugi Kalau Tidak Dibaca: MEREKA YANG DIMABUK KEKUASAAN

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Dakwah, sebuah tugas mulia yang diemban oleh para pengikut nabi yang setia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah di atas landasan bashirah/ilmu, inilah jalanku dan orang-orang yang setia mengikutiku. Maha suci Allah, aku bukan termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).

Bahkan, kita pun tahu bahwa jalan dakwah merupakan jalannya orang-orang yang beruntung, orang-orang yang selamat dari kerugian. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya semua orang benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati untuk menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Ashr: 1-3)

Namun, satu hal yang perlu diingat pula oleh setiap orang yang menisbatkan dirinya kepada dakwah yang agung ini, bahwa dakwah para nabi dan rasul di sepanjang jaman tidak pernah mengalami perubahan asas dan tujuan. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah -yang telah mengutus mereka- di dalam firman-Nya (yang artinya), “Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat, seorang rasul yang menyerukan; sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36). Artinya, dakwah tauhid dan pemberantasan syirik merupakan agenda utama dakwah yang sama sekali tidak boleh disepelekan, apalagi dianggap tidak relevan atau isu masa silam yang sudah ketinggalan jaman[?!]

Kita semua ingat, tidaklah mulia suatu kaum -di sisi Allah, meskipun tampak hina di mata manusia- kecuali karena tauhid, ketakwaan, dan komitmen mereka terhadap ajaran Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya agama yang sah di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19). Allah ‘azza wa jalla juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima darinya, dan di akherat kelak dia pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85). Allah tabaraka wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat: 15).

Sebab tauhid, keimanan dan bimbingan al-Qur’an itulah yang menjadi pondasi kebaikan umat manusia. Yang dengannya mereka hidup dan bahagia, yang dengannya mereka akan bisa merasakan indahnya surga. Allah jalla dzikruhu menyatakan (yang artinya), “Tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama secara lurus,…” (QS. al-Bayyinah: 5). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya maka sungguh dia akan mendapatkan kemenangan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 71). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan sebagian kaum karena Kitab ini dan menghinakan yang lain juga karenanya.” (HR. Muslim)

Maka sungguh amat menyedihkan, apabila ada sebagian golongan umat ini yang berjuang mengatasnamakan dakwah dan Islam kemudian menyingkirkan agenda besar umat Islam yaitu dakwah tauhid dan sunnah serta pemberantasan syirik dan bid’ah demi meraih kursi dan jabatan. Subhanallah! Tidak layak bagi mereka untuk mencatut firman Allah –yang mengisahkan ucapan Nabi Syu’aib ‘alaihis salam- (yang artinya), “Tiada yang kuinginkan melainkan melakukan perbaikan selama aku masih berkemampuan…” (QS. Huud: 88).

Wahai saudaraku -fillah- dakwah macam apakah ini? Mengorbankan agama demi mendapatkan ceceran kesenangan dunia dan fatamorgana… Kembalilah kepada Allah dan Rasul-Nya, kembalilah kepada para ulama Rabbani pengikut pemahaman generasi utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah melakukan amal-amal sebelum datangnya terpaan fitnah laksana potongan-potongan malam yang gelap gulita, sehingga membuat seorang yang pada pagi harinya beriman namun pada sore harinya berubah menjadi kafir, atau sorenya beriman namun pagi hari kemudian menjadi kafir. Dia rela menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan dunia.” (HR. Muslim).

Sementara Rabb kita ‘azza wa jalla telah membakukan kriteria amal yang diterima di sisi-Nya dengan firman-Nya (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan janganlah dia mempersekutukan apapun dalam beribadah kepada Rabbnya barang sedikitpun.” (QS. al-Kahfi: 110). Ingatlah kata para ulama kita, amal dikatakan salih jika selaras dengan Sunnah Nabi-Nya, dan dikatakan ikhlas jika dipersembahkan hanya untuk-Nya, bukan untuk mencari dunia atau perempuan yang ingin dikawininya! Tidakkah kita ingat sebuah ayat yang mulia yang senantiasa kita baca dalam setiap raka’at kita, Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” Wahai saudaraku -fillah- inilah tujuan dan cita-cita hidupmu!

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Akidah yang benar merupakan pondasi tegaknya agama dan syarat sah diterimanya amalan. Hal itu sebagaimana yang difirmankan oleh Allah (yang artinya), “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. al-Kahfi: 110). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Seandainya kamu berbuat syirik niscaya akan lenyap seluruh amalmu, dan kamu pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya. Ingatlah, untuk Allah agama/ketaatn yang tulus/murni itu.” (QS. az-Zumar: 2-3). Maka ayat-ayat yang mulia ini serta ayat-ayat lain yang semakna -dan itu banyak jumlahnya- menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima kecuali apabila bersih dari syirik. Oleh sebab itulah maka fokus perhatian para rasul -semoga salawat dan keselamatan dicurahkan Allah kepada mereka- menjadikan perbaikan akidah sebagai prioritas utama dakwahnya…” (at-Tauhid li ash-Shaff al-Awwal al-’Aali, hal. 9-10)

Hizbullah, yaitu golongan Allah, tidak membangun loyalitasnya di atas kepentingan politik kursi dan jabatan, akan tetapi membangun loyalitas karena-Nya, bersaudara di atas ikatan iman, dan berlepas diri dari segala bentuk kekufuran. Rabb kita tabaraka wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak akan kamu temukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir itu justru berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapaknya, anaknya, saudara-saudara mereka atau sanak famili mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah ditetapkan keimanan oleh Allah di dalam hatinya dan diperkuat oleh Allah dengan pertolongan dari-Nya. Niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun pasti akan ridha kepada-Nya. Mereka itulah hizbullah, dan hanya mereka itulah golongan orang-orang yang beruntung.” (QS. al-Mujadilah: 22)

Tidakkah kita ingat salah satu uswah kita, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang dengan tegas, berani, dan lantang menyuarakan tauhid di hadapan kaumnya, tanpa basa-basi politik atau bumbu ucapan dusta. Sebagaimana dikisahkan oleh Rabb kita tabaraka wa ta’ala (yang artinya), “Sungguh terdapat suri tauladan yang baik pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya, ketika mereka berkata kepada kaumnya; Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan segala yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari perbuatan kalian dan telah tampak jelas antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian, sampai kalian beriman kepada Allah semata…” (QS. al-Mumtahanah: 4)

Saudaraku -fillah- jalan dakwah ini terlalu suci untuk dikotori dengan kepentingan-kepentingan sesaat dan ambisi-ambisi jahat semacam itu. Rabb kita jalla sya’nuhu telah memerintahkan (yang artinya), “Ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu dari Rabbmu, tiada sesembahan-–yang benar- kecuali Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS. al-An’aam: 106). Allah juga memerintahkan (yang artinya), “Dan sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain karena hal itu pasti akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’aam: 153)

Takutlah kepada Allah, wahai saudara-saudaraku… Pergunakanlah ilmumu yang telah kau serap, kau hafalkan, dan kau teguk bertahun-tahun lalu melalui kitab-kitab para ulama salaf. Ingatlah ucapan Ibnu Batthal rahimahullah, “Sesungguhnya ilmu itu dinilai memiliki keutamaan disebabkan ilmu itulah yang akan membimbing pemiliknya untuk merasa takut kepada Allah, berusaha untuk selalu melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi kedurhakaan kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28). Ibnu Umar berkata kepada orang yang memanggilnya sebagai faqih -orang yang ahli agama-, “Sesungguhnya orang yang faqih itu adalah orang yang zuhud kepada dunia dan sangat merindukan akherat.”.” (lihat Syarh Ibnu Batthal [1/149], lihat juga Syarh an-Nawawi [3/489] asy-Syamilah)

Maka titel dan gelar akademis -apalagi jabatan organisasi dan kepartaian- bukanlah ukuran keilmuan seseorang dalam kacamata syari’at! Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan, “Maknanya adalah tidak ada yang merasa takut kepada-Nya kecuali seorang yang berilmu. Ini artinya Allah memberitakan bahwa setiap orang yang takut kepada Allah maka itulah orang yang berilmu. Sebagaimana yang Allah ceritakan di dalam ayat lainnya (yang artinya), ‘Apakah sama orang yang senantiasa taat mengerjakan sholat dengan bersujud dan berdiri di sepanjang malam serta merasa takut akan hari akherat dan mengharapkan rahmat Rabbnya (dengan yang tidak demikian itu). Katakanlah: Apakah sama antara orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu.’ (QS. az-Zumar: 9). Sementara rasa takut/khas-yah itu pasti mengandung rasa harap, sebab kalau tidak demikian maka hal itu adalah sebuah keputusasaan. Sebagaimana halnya rasa harap pasti menuntut adanya rasa takut, sebab kalau tidak demikian maka yang ada adalah rasa aman -dari makar Allah-. Maka, orang-orang yang senantiasa memiliki rasa takut dan harap kepada Allah itulah sebenarnya ahli ilmu yang dipuji oleh Allah.” (al-Iman, takhrij al-Albani, hal. 20)

Oleh sebab itulah mengapa para salaf menyebut semua orang yang berbuat maksiat -meskipun dia berilmu- sebagai orang yang jahil/bodoh. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya taubat itu akan diterima oleh Allah hanyalah bagi orang-orang yang melakukan keburukan dengan sebab kebodohan, kemudian mereka bertaubat dalam waktu yang dekat.” (QS. an-Nisaa’: 17). Abul ‘Aliyah mengatakan, “Aku bertanya kepada para sahabat Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang makna ayat ini, maka mereka berkata kepadaku, ‘Semua orang yang durhaka/bermaksiat kepada Allah maka dia adalah jahil/bodoh, dan semua orang yang bertaubat sebelum meninggal maka dia telah bertaubat dalam waktu yang dekat’.” Ibnu Taimiyah mengomentari, “Demikianlah penafsiran yang dikatakan oleh segenap ahli tafsir.” Lalu beliau juga mengutip perkataan Mujahid, “Setiap orang yang berbuat maksiat maka dia adalah bodoh ketika melakukan maksiatnya itu.” (lihat al-Iman, takhrij al-Albani, hal. 21)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat, akan tetapi hakekat ilmu itu adalah khas-yah/rasa takut kepada Allah.” (dikutip dari al-Fawa’id, hal. 142). Beliau juga mengatakan, “Cukuplah rasa takut kepada Allah bukti keilmuan, dan cukuplah ketertipuan diri karena kemurahan Allah sebagai bentuk kebodohan.” (dikutip dari al-Iman karya Ibnu Taimiyah, takhrij al-Albani, hal. 22).

Diriwayatkan pula dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah, bahwa beliau berkata, “Ilmu itu ada dua macam. Ilmu yang tertancap di dalam hati dan ilmu yang sekedar berhenti di lisan. Ilmu yang tertancap di hati itulah ilmu yang bermanfaat, sedangkan ilmu yang hanya berhenti di lisan itu merupakan hujjah/bukti bagi Allah untuk menghukum hamba-hamba-Nya.” (HR. al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikhnya dengan sanad dha’if marfu’, lihat al-Iman, takhrij al-Albani, hal. 22)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dahulu para ulama salaf mengatakan, “Berhati-hatilah dari dua golongan manusia; pemilik hawa nafsu yang telah terjerat oleh hawa nafsunya dan pemilik -kesenangan- dunia yang telah terbutakan hatinya oleh dunianya.”Beliau juga berkata, “Dahulu mereka juga mengatakan, “Waspadalah dari fitnahnya seorang alim yang fajir dan ahli ibadah yang bodoh. Karena sesungguhnya fitnah yang menjerat mereka berdua merupakan bencana yang bisa mencelakakan semua orang yang tertimpa oleh fitnah itu.” (dikutip dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir yang disusun oleh Syaikh Ali ash-Shalihi [5/134], lihat juga al-Fawa’id hal. 99 dan Ighatsat al-Lahfan hal. 668)

Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan, “Barangsiapa yang rusak di antara ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Nasrani. Dan barangsiapa yang rusak di antara ahli ilmu kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan orang Yahudi.” Ibnul Qayyim mengatakan, “Hal itu dikarenakan orang Nasrani beribadah tanpa ilmu sedangkan orang Yahudi mengetahui kebenaran akan tetapi mereka justru berpaling darinya.” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 36)

Demikian pula, bersikeras memusuhi Sunnah merupakan bentuk kebodohan dan tindak memperturutkan hawa nafsu. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dahulu para salaf menyebut orang-orang yang menganut pemikiran yang bertentangan dengan sunnah serta menyelisihi ajaran yang dibawa oleh Rasul dalam perkara ilmu yang bersifat pemberitaan -dari Allah- maupun yang menyeleweng dalam masalah hukum amaliyah sebagai penganut syubhat dan pengekor hawa nafsu. Hal itu dikarenakan pada hakekatnya pemikiran yang menyelisihi Sunnah adalah kebodohan bukan ilmu, itu adalah hawa nafsu dan bukan agama. Oleh sebab itu orang yang tetap bersikeras mengikutinya digolongkan dalam kelompok orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa memperhatikan petunjuk dari Allah, yang pada akhirnya menjerumuskan kepada kesesatan di dunia dan kebinasaan nanti di akherat…” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 639).

Dengan demikian hakekat orang yang berilmu adalah orang yang setia mengikuti Sunnah. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Maka orang yang paling berilmu dan paling sehat akal, pemikiran, dan paling baik cara penilaiannya adalah orang yang akal, pemikiran, dan cara penilaian/istihsan-nya serta analoginya bersesuaian dengan Sunnah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid, ‘Ibadah yang paling utama adalah pemikiran yang bagus, yaitu mengikuti Sunnah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Dan orang-orang yang diberikan ilmu bisa melihat bahwa apa yang telah diturunkan oleh Rabbmu kepadamu itulah yang benar.’ (QS. Saba’: 6).” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 638-639)

Saudaraku -fillah-, jangan sampai kita termasuk orang-orang yang disinyalir dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).

Para pembesar,… dengarkanlah keluhan simpatisanmu.. Dia telah menumpahkan isi hatinya kepada khalayak, untuk menunjukkan betapa jauhnya penyimpangan yang ada di tengah-tengah barisan kalian -semoga Allah mengembalikan kalian ke jalan salafus shalih-.

“Sekjen PKS Anis Matta mengatakan bahwa mereka ingin keluar dari tema-tema sempit, dalam rangka mengubah citra Islamis, dengan jargon “PKS Untuk Semua”. Ini bukan pertama kalinya diungkap oleh Anis Matta, PKSOnline tanggal 23 Januari 2009 juga mencatat pernyataan semacam ini dari Anis Matta, bahwa era politik aliran sudah berakhir. Lalu diperkuat lagi dengan pernyataan wakil Sekjen Zulkiflimansyah pada tanggal 30 Januari 2009, bahwa syariat Islam itu sudah agenda masa lalu.

Jadi misi-misi dakwah seperti pemurnian akidah tauhid, penegakan nilai syari’ah, adalah hal-hal yang sudah tidak relevan lagi buat PKS dan dianggap sebagai tema yang sempit. Nastaghfirullah, padahal tidaklah Allah Ta’ala mengutus para nabi dan rasul kecuali untuk tugas-tugas ini, tapi ternyata itu ditegaskan sebagai hal yang tidak relevan lagi oleh PKS.” (http://pkswatch.blogspot.com/)

Akhirnya, keputusan objektif itupun dia keluarkan, “Kini, alhamdulillah, saya mulai bisa melepaskan PKS dari hati saya, dari pikiran saya, dan saya malah merasa plong. Selamat tinggal PKS. Pembicaraan dan pikiran mengenai PKS sudah sama sekali tidak menarik minat saya lagi, sudah sama seperti ketika membicarakan partai-partai politik yang lain.” (http://pkswatch.blogspot.com/)

Masih adakah hati yang terketuk, dan nurani yang tergerak, menyaksikan sandiwara politik yang telah mengorbankan sekian banyak tunas-tunas negeri? Kembalilah ke jalanmu -wahai saudaraku, jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang mulia. ‘Alaikum bi sunnati wa sunnatil khulafa’ir rasyidin al-mahdiyin, tamassaku bihaa, wa ‘adhdhuu ‘alaihaa bin nawajidz! Wa iyyaakum wa muhdatsaatil umuur..Fa inna kulla muhdatsatin bid’ah. Wa kulla bid’atin dholalah! Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Sumber: www.muslim.or.id

Catatan Terkait:

NASEHAT UNTUK PENDIRI ORGANISASI, JAMA’AH DAN PARTAI (Tafsir Al-Qur’an Surat Al-An’am: 159): www.facebook.com

Rabu, 23 Juni 2010

Bolehkah Ketika Sujud Membaca Do'a Yang Asalnya Dari Al-Qur'an???

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Seperti telah kita pahami bersama bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita membaca Al Qur’an ketika ruku’ dan sujud.

Dalil tentang hal ini adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنِّى نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِى الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

“Ketahuilah, aku dilarang untuk membaca al-Qur'an dalam keadaan ruku’ atau sujud. Adapun ruku’ maka agungkanlah Rabb azza wa jalla, sedangkan sujud, maka berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa, sehingga layak dikabulkan untukmu.” (HR. Muslim no. 479)

‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَقْرَأَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangku untuk membaca (ayat Al Qur’an) ketika ruku’ dan sujud.” (HR. Muslim no. 480)

Lalu apa hikmah tidak boleh membaca Al Qur’an ketika ruku’ dan sujud?

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh para ulama.

Ada ulama yang menyatakan bahwa sebaik-baik rukun shalat adalah berdiri dan sebaik-baik bacaan adalah Al Qur’an. Karenanya, yang afdhol ini ditempatkan pada yang afdhol. Sedangkan Al Qur’an tidak diperkenankan dibaca di tempat lainnya agar tidak disangka bahwa Al Qur’an punya kedudukan yang sama dengan dzikir lainnya.

Ada pula ulama yang menyatakan bahwa ruku’ dan sujud adalah dua keadaan di mana seseorang tunduk dan hina di hadapan Allah, sehingga bacaan yang lebih pantas ketika itu adalah do’a dan bacaan tasbih. Oleh karena itu, terlarang membaca Al Qur’an ketika sujud dalam rangka untuk mengagungkan Al Qur’an dan untuk memuliakan yang membacanya. (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 3/91)

Lalu bagaimana membaca do’a yang diambil dari Al Qur’an ketika sujud?

Jawabnya, hal ini tidaklah mengapa. Kita boleh saja berdo’a dengan do’a yang bersumber dari Al Qur’an. Seperti do’a sapu jagad,

رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Al Baqarah: 201).

Atau do’a agar diberikan keistiqomahan,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)

Alasannya karena niatan ketika itu adalah bukan untuk tilawah Al Qur’an, namun untuk berdo’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Setiap amalan tergantung pada niat. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907).

Salah seorang ulama Syafi’iyah, Az Zarkasyi rahimahullah berkata,

وَمَحَلُّ كَرَاهَتِهَا إذَا قَصَدَ بِهَا الْقُرْآنَ فَإِنْ قَصَدَ بِهَا الدُّعَاءَ وَالثَّنَاءَ فَيَنْبَغِي أَنْ تَكُونَ كَمَا لَوْ قَنَتَ بِآيَةٍ مِنْ الْقُرْآنِ

“Yang terlarang adalah jika dimaksudkan membaca Al Qur’an (ketika sujud). Namun jika yang dimaksudkan adalah do’a dan sanjungan pada Allah maka itu tidaklah mengapa, sebagaimana pula seseorang boleh membaca qunut dengan beberapa ayat Al Qur’an” (Tuhfatul Muhtaj, 6/6, Mawqi’ Al Islam).

Para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, Komisi Tetap Riset Ilmiyah dan Fatwa Saudi Arabia pernah ditanya,

“Kami mengetahui bahwa tidak boleh membaca Al Qur’an di dalam sujud. Lalu bagaimana dengan sebagian ayat yang mengandung do’a seperti ”Robbana laa tuzigh quluubana ba’da idz hadaitanaa” [Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami]? Bagaimana hukum membaca do’a yang berasal dari Al Qur’an ketika sujud?

Para ulama tersebut menjawab,

لا بأس بذلك إذا أتى بها على وجه الدعاء لا على وجه التلاوة للقرآن

“Seperti itu tidaklah mengapa jika ayat tersebut dibaca untuk maksud do’a, bukan maksud untuk membaca Al Qur’an” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, pertanyaan ketiga,fatwa no. 7921, 6/441)

Dari penjelasan ini, membaca do’a yang berasal dari Al Qur’an ketika sujud itu dibolehkan selama niatannya bukanlah untuk tilawah, namun untuk berdo’a.

Semoga Allah memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.

Panggang-GK, 8 Rajab 1431 H, 21/06/2010

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber: www.rumaysho.com

Riya' Penghapus Amal

At Tauhid edisi VI/26

Oleh: Adika Mianoki
Sumber: www.buletin.muslim.or.id


Syarat paling utama suatu amalan diterima di sisi Allah adalah ikhlas. Tanpanya, amalan seseorang akan sia-sia belaka. Syaitan tidak henti-hentinya memalingkan manusia, menjauhkan mereka dari keikhlasan. Salah satunya adala melalui pintu riya’ yang banyak tidak disadari setiap hamba.

Yang dimaksud riya’ adalah melakukan suatu amalan agar orang lain bisa melihatnya kemudian memuji dirinya. Termasuk ke dalam riya’ yaitu sum’ah, yakni melakukan suatu amalan agar orang lain mendengar apa yang kita lakukan, sehingga pujian dan ketenaran pun datang tenar. Riya’ dan semua derivatnya merupakan perbuatan dosa dan merupakan sifat orang-orang munafik.

Hukum Riya’

Riya’ ada dua jenis. Jenis yang pertama hukumnya syirik akbar. Hal ini terjadi jika sesorang melakukan seluruh amalnya agar dilihat manusia, dan tidak sedikit pun mengharap wajah Allah. Dia bermaksud bisa bebas hidup bersama kaum muslimin, menjaga darah dan hartanya. Inilah riya’ yang dimiliki oleh orang-orang munafik. Allah berfirman tentang keadaan mereka (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An Nisaa’:142).

Adapun yang kedua adalah riya’ yang terkadang menimpa orang yang beriman. Sikap riya’ ini terkadang muncul dalam sebagian amal. Seseorang beramal karena Allah dan juga diniatkan untuk selain Allah. Riya’ jenis seperti ini merupakan perbuatan syirik asghar.[1]

Jadi, hukum asal riya’ adalah syirik asghar (syirik kecil). Namun, riya’ bisa berubah hukumnya menjadi syirik akbar (syirik besar) dalam tiga keadaan berikut :

1. Jika seseorang riya’ kepada manusia dalam pokok keimanan. Misalnya seseorang yang menampakkan dirinya di hadapan manusia bahwa dia seorang mukmin demi menjaga harta dan darahnya.
2. Jika riya’ dan sum’ah mendominasi dalam seluruh jenis amalan seseorang.
3. Jika seseorang dalam amalannya lebih dominan menginginkan tujuan dunia, dan tidak mengharapkan wajah Allah.[2]

Ibadah yang Tercampur Riya’

Bagaimanakah status suatu amalan ibadah yang tercampu riya’? Hukum masalah ini dapat dirinci pada beberapa keadaan. Jika seseorang beribadah dengan maksud pamer di hadapan manusia, maka ibadah tersebut batal dan tidak sah. Adapun jika riya’ atau sum’ah muncul di tengah-tengah ibadah maka ada dua keadaan. Jika amalan ibadah tersebut berhubungan antara awal dan akhirnya, misalnya ibadah sholat, maka riya’ akan membatalkan ibadah tersebut jika tidak berusaha dihilangkan dan tetap ada dalam ibadah tersebut. Jenis yang kedua adalah amalan yang tidak berhubungan antara bagian awal dan akhir, shodaqoh misalnya. Apabila seseorang bershodaqoh seratus ribu, lima puluh ribu dari yang dia shodaqohkan tercampuri riya’, maka shodaqoh yang tercampuri riya’ tersebut batal, sedangkan yang lain tidak.[3]

Jika Demikiain Keadaan Para Sahabat, Bagaimana dengan Kita?

Penyakit riya’ dapat menjangkiti siapa saja, bahkan orang alim sekali pun. Termasuk juga para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum. Para sahabat adalah generasi terbaik umat ini. Keteguhan iman mereka sudah teruji, pengorbanan mereka terhadap Islam sudah tidak perlu diragukan lagi. Namun demikian, Nabi shalallahu ‘alaihi wa salaam masih mengkhawatirkan riya’menimpa mereka. Beliau bersabda, sesuatu yang aku khawatrikan menimpa kalian adalah perbuatan syirik asghar. Ketika beliau ditanya tentang maksudnya, beliau menjawab: ‘(contohnya) adalah riya’ ”[4]

Dalam hadist di atas terdapat pelajaran tentang takut kapada syirik. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam khawatir kesyirikan menimpa sahabat muhajirin dan anshor, sementara mereka adalah sebaik-baik umat. Maka bagaimana terhadap umat selain mereka? Jika yang beliau khawatirkan menimpa mereka adalah syirik asghar yang tidak mengeluarkan dari Islam, bagaimana lagi dengan syirik akbar? Wal ‘iyadzu billah !! [5]

Lebih Bahaya dari Fitnah Dajjal

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kamu kuberitahu tentang sesuatau yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada (fitnah) Al masih Ad Dajjal? Para sahabat berkata, “Tentu saja”. Beliau bersabda, “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika sesorang berdiri mengerjakan shalat, dia perbagus shalatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya “[6]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa riya’ termasuk syirik khafi yang samar dan tersembunyi. Hal ini karena riya’ terkait dengan niat dan termasuk amalan hati, yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Tidak ada seseorang pun yang mengetahui niat dan maksud seseorang kecuali Allah semata. Hadist di atas menunjukkan tentang bahaya riya’, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir riya’ menimpa para sahabat yang merupakan umat terbaik, apalagi terhadap selain mereka. Kekhawatiran beliau lebih besar daripada kekhawatiran terhadap ancaman fitnah Dajjal karena hanya sedikit yang dapat selamat dari bahaya riya’ ini. Fitnah Dajjal yang begitu berbahaya, hanya menimpa pada orang yag hidup pada zaman tertentu, sedangkan bahaya riya’ menimpa seluruh manusia di setiap zaman dan setiap saat.[7]

Berlindung dari Bahaya Riya’

Berhubung masalah ini sangat berbahaya seperti yang telah dijelaskan di atas, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita sebuah doa untuk melindungi diri kita dari syirik besar maupun syirik kecil. Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita melalui sabdanya, ‘Wahai sekalian manusia, jauhilah dosa syirik, karena syirik itu lebih samar daripada rayapan seekor semut.’ Lalu ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kami dapat menjauhi dosa syirik, sementara ia lebih samar daripada rayapan seekor semut?’ Rasulullah berkata, ‘Ucapkanlah Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika wa ana a’lam wa astaghfiruka lima laa a’lam (‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang aku sadari. Dan aku memohon ampun kepada-Mu atas dosa-dosa yang tidak aku ketahui).”[8]

Tidak Tergolong Riya’

Al Imam an Nawawi rahimahullah membuat suatu bab dalam kitab Riyadus Shalihin dengan judul, “Perkara yang dianggap manusia sebagai riya’ namun bukan termasuk riya’“. Beliau membawakan hadist dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, “Apa pendapatmu tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian dia mendapat pujian dari manusia?: Beliau menjawab, “Itu adalah kebaikan yang disegerakan bagi seorang mukmin “ (H.R. Muslim 2642).

Di antara amalan-amalan yang tidak termasuk riya’ adalah :

1. Rajin beribadah ketika bersama orang shalih. Hal ini terkadang menimpa ketika seseorang berkumpul dengan orang-orang shaleh sehingga lebih semangat dalam beribadah. Hal ini tidak termasuk riya’. Ibnu Qudamah mengatakan, “Terkadang seseorang menginap di rumah orang yang suka bertahajud (shalat malam), lalu ia pun ikut melaksanakan tahajud lebih lama. Padahal biasanya ia hanya melakukan shalat malam sebentar saja. Pada saat itu, ia menyesuaikan dirinya dengan mereka. Ia pun ikut berpuasa ketika mereka berpuasa. Jika bukan karena bersama orang yang ahli ibadah tadi, tentu ia tidak rajin beribadah seperti ini”

2. Menyembunyikan dosa. Kewajiban bagi setiap muslim apabila berbuat dosa adalah menyembunyikan dan tidak menampakkan dosa tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang menampakkan perbuatan dosanya. Di antara bentuk menampakkan dosa adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aib-‘aibnya yang telah Allah tutup.”[9]

3. Memakai pakaian yang bagus. Hal ini tidak termasuk riya’ karena termasuk keindahan yang disukai oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga seseorang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong walau sebesar dzarrah (semut kecil).” Lantas ada seseorang yang berkata,“Sesungguhnya ada orang yang suka berpenampilan indah (bagus) ketika berpakaian atau ketika menggunakan alas kaki.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan. Yang dimaksud sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia”[10]

4. Menampakkan syiar Islam. Sebagian syariat Islam tidak mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi, seperti haji, umroh, shalat jama’ah dan shalat jum’at. Seorang hamba tidak berarti riya’ ketika menampakkan ibadah tersebut, karena di antara keawajiban yang ada harus ditampakkan dan diketahui manusia yang lain. Karena hal tersebut merupakan bentuk penampakan syiar-syiar islam.[11]

Ikhlas Memang Berat

Pembaca yang budiman, ikhlas adalah satu amalan yang sangat berat. Fitnah dunia membuat hati ini susah untuk ikhlas. Cobalah kita renungkan setiap amalan kita, sudahkah terbebas dari maksud duniawi? sudahkah semuanya murni ikhlas karena Allah Ta’ala? Jangan sampai ibadah yang kita lakukan siang dan malam menjadi sia-sia tanpa pahala. Sungguh, ikhlas memang berat. Urusan niat dalam hati bakanlah hal yang mudah. Tidaklah salah jika Sufyan ats Tsauri rahimahullah mengatakan, “ Tidaklah aku berusaha untuk membenahi sesuatu yang lebih berat daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak balik”[12]. Hanya kepada Allah kita memohon taufik. Wallahu a’lam. [Adika Mianoki]

_____________

[1]. I’aanatul Mustafiid bi Syarhi Kitaabi at Tauhiid II/84. Syaikh Shalih Fauzan. Penerbit Markaz Fajr
[2]. Al Mufiid fii Muhimmaati at Tauhid 183. Dr. ‘Abdul Qodir as Shufi. Penerbit Daar Adwaus Salaf. Cetakan pertama 1428/2007
[3]. Lihat Al Mufiid 183
[4]. Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam al Musnad (V/428, 429) dan ath Thabrani dalam al Kabiir (4301) dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam as Shahiihah (951) dan Shahiihul Jami’ (1551)
[5]. I’aanatul Mustafiid I/90
[6], H.R Ahmad dalam musnadnya. Dihasankan oleh Syaikh Albani Shahiihul Jami’ (2604)
[7]. I’aanatul Mustafiid II/90
[8]. HR. Ahmad (4/403). Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiihul Jami’ (3731) dan Shahih at Targhiib wa at Tarhiib (36).
[9]. HR. Bukhari (6069) dan Muslim (2990)
[10]. HR.Muslim (91)
[11]. Lihat pembahsan ini dalam Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadhis Shalihin, III/140-142, Syaikh Salim al Hilali, Daar Ibnul Jauzi
[12]. Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam 34, Imam Ibnu Rajab al Hambali, Penerbit Daar Ibnul Jauzi.

Selasa, 22 Juni 2010

Seputar Bulan Rajab

Oleh: Ustadz Abu Yahya Badrussalam Lc. (pengelola radio rodja, ahsan TV)
Sumber Asli:

WWW.ABUYAHYABADRUSALAM.COM



Banyak orang meyakini bulan rajab sebagai bulan yang amat mulia, dan memang ia adalah bulan yang mulia karena ia termasuk empat bulan haram yang disebutkan dalam firman Allah Ta'ala:

ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕ ﯖﯗ ﯘ ﯙ ﯚﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟﯠ

"Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan dalam kitab Allah pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, di antaranya adalah empat bulan haram. Itulah agama yang lurus. Maka janganlah kamu menzalimi diri sendiri pada bulan-bulan tersebut". (At Taubah: 36).

Ayat ini menyebutkan bahwa berbuat zalim di bulan haram akan dilipat gandakan dosanya, maka kewajiban kita adalah menghormati dan memuliakan bulan-bulan haram ini; yaitu bulan Dzul Qaidah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.

Namun untuk bulan rajab, bagi masyarakat kaum muslimin terutama di indonesia, mempunyai nilai lebih di bandingkan bulan-bulan haram lainnya, karena telah diriwayatkan hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan amal ibadah di bulan tersebut seperti puasa, shalat rajab, raghaib dan lainnya.

Para ulama telah berbicara mengenai masalah ini, dan mentakhrij hadits-haditsnya, diantaranya adalah Al Imam Al 'Allamah Al Muhaddits Al Faqiih syaikhul islam Al Hafidz Ibnu Hajar Al 'Asqalani dalam kitab beliau yang berjudul "Tabyiinul 'ajab". Dan saya akan membawakan perkataan beliau secara ringkas, Beliau berkata:

"Adapun haits-hadits mengenai keutamaan rajab atau keutamaan berpuasa padanya, ada dua macam: hadits-hadits yang lemah dan hadits-hadits yang palsu. Kami akan membawakan hadits-hadits yang lemah terlebih dahulu, kemudian setelah itu membawakan hadits-hadits yang palsu.

Adapun hadits-hadits yang lemah adalah sebagai berikut:

عن أنس بن مالك، يقول: "إن في الجنة نهرا يقال له رجب: ماؤه أشد بياضا من اللبن، وأحلى من العسل: من صام يوم من رجب سقاه الله من ذلك النهر".

"Dari Anas bin Malik ia berkata: "Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah sungai yang bernama Rajab, airnya lebih putih dari susu, dan lebih manis dari madu; siapa yang berpuasa suatu hari dari Rajab, Allah akan memberinya minum dari sungai itu".

Demikian disebutkan oleh Abu Sa'id An Naqqasy dalam kitab fadllu shiyam, dan Abu Syaikh dalam kitab fadllu shiyam juga, dan juga Al Baihaqi dalam fadlail al auqat. Di dalam Al 'Ilal Al mutanahiyah ibnul Jauzi berkata: "Di dalam sanadnya terdapat para perawi majhul.

Aku mengatakan: " Adapun Musa bin Abdullah bin Yazid Al Anshari, ia adalah perawi yang yang tsiqah dam dikenal, dikeluarkan oleh Muslim dan lainnya. Adapun Musa bin Imran, tidak diketahui siapa ia.. adapun Manshur bin Zaid, telah meriwayatkan darinya sejumlah perawi namun aku tidak menemukan pujian atau celaan untuknya dari para ulama terdahulu. Maka ia adalah majhul hal, sehingga hadits ini dla'if, namun tidak dapat dikatakan palsu.

Iya, Adz Dzahabi menyebutkannya dalam Mizanul I'tidal, ia berkata: "Manshur bin Yazid, darinya Muhammad bin Al Mughirah mengambil mengenai keutamaan Rajab, ia tidak dikenal dan khabarnya batil".

Aku mengatakan: "Perkataannya: manshur bin Yazid adalah sebuah kesalahan, yang benar adalah bin Zaid, sebagaimana yang ditunjukkan riwayat-riwayat yang banyak".

Dan hadits ini mempunyai jalan lain dari Anas, yaitu yang diriwayatkan oleh Abu Abdillah Al Husain bin Fathaweh.. namun dalam sanadnya banyak perawi yang majhul. Dan aku juga menemukan syahid lain namun batil, dari jalan Abul Barakat Hibatullah bin Al Mubarak As Siqthi, akhbarana Abul Ghanaim Ad Dajaji, haddatsana Muhammad bin Abdurrahman Adz Dzahabi, haddatsana Al Baghawi, haddatsana Suwaid, dari Yahya bin Abi Zaidah dari Ashim bin Abi Nudlrah dari ayahnya dari Abu Said Al Khudri secara marfu":

" إن في الجنة نهرا يقال له: رجب، ماؤه الرحيق، من شرب منه شربة لم يظمأ بعدها أبدا، أعده الله لصوام رجب ".

"Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah sungai yang bernama Rajab, airnya tawar, siapa yang minum darinya, tidak akan haus selamanya, disediakan oleh Allah untuk orang yang berpuasa di bulan Rajab".

Aku berkata: "Sanad ini semua perawinya tsiqat kecuali As Siqthi, dialah yang memalsukan hadits ini, dan Ashim bin Abi Nudlrah tidak aku kenali".

Hadits dla'if lainnya:

قال أبو بكر البزار في مسنده، حدثنا أحمد بن مالك القشيري، أنبأنا زائدة بن أبي الرقاد عن زياد النميري، عن أنس، أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا دخل رجب قال: " اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان ".

"Abu Bakar Al Bazzaar berkata dalam musnadnya: "Haddatsana Ahmad bin Malik Al Qusyairi, anbaana Zaidah bin Abi Raqqaad dari Ziyad An Numairi, dari Anas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila masuk bulan Rajab berkata: "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikan kami kepada bulan Ramadlan".

Hadits ini dikeluarkan juga oleh Ath Thabrani dalam Al Ausath, dan Al Baihaqi dalam fadlail Al Waqti, semuanya dari Zaidah dari Ziyad. Dan Al Baihaqi berkata: "Hadits ini tidak kuat".

Aku berkata: "Zaidah bin Abi Raqqaad, meriwayatkan darinya sejumlah perawi, dan Abu Hatim berkata: "Ia meriwayatkan dari Ziyad An Numairi dari Anas hadits-hadits yang marfu' namun mungkar, tidak diketahui apakah berasal dari dia atau dari Ziyad, dan aku tidak mengetahui ia meriwayat dari selain Ziyad, dan kami mengi'tibar haditsnya.

Bukhari berkata: "Mungkarul hadits". An Nasai berkata setelah mengeluarkan hadits dalam sunannya: "Saya tidak mengetahui siapa dia". Dan dalam Adl Dlu'afa ia berkata: "Munkarul hadits". Dan dalam Al kuna: "Laisa bitsiqah (tidak tsiqah)". Dan ibnu Hibban berkata: "Khabarnya tidak dapat dijadikan hujjah".

Kemudian aku menemukan untuk hadits ini sebuah sanad yang lahiriahnya shahih, akan tetapi ia sebenarnya palsu, maka aku ingin memperingatkannya agar tidak orang yang tertipu.

Aku membaca tulisan Al Hafidz Abu Thahir As Silafi: anbaana Asy Syaikh Abul Barakat As Siqthi, akhbarana Muhammad bin Ali bin Al Muhtadi, anbaana Isa bin Ali bin Al Jarrah anbaan Al Qawariri dari hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.

Aku mengatakan: Ini adalah dari perbuatan As Siqthi yang menunjukkan kebodohannya, karena Al Qawariri tidak bertemu dengan Hammad bin Salamah, akan tetapi ia meriwayatkan dari Zaidah bin Abi Raqqaad, sebagaimana telah berlalu.

Hadits dla'if lainnya:

ما رواه البيهقي من طريق يوسف بن عطية الصفار، أنبأنا هشام القروي، عن محمد بن سيرين، عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم " لم يصم بعد رمضان إلا رجب وشعبان ".

Yang dikeluarkan oleh Al Baihaqi dari jalan Yusuf bin Athiyah Ash Shaffaar, anbaana Hisyam Al Qurawi, dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam tidak pernah berpuasa selain ramadlan kecuali di bulan Rajab dan Sya'ban".

Aku berkata: "Ia adalah hadits yang mungkar, karena Yusuf bin Athiyah sangat lemah".

Adapun hadits-hadits yang batil adalah sebagai berikut:

حديث: " رجب شهر الله، وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي ".

Hadits: "Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadlan adalah bulan umatku".

Diriwayatkan oleh Abu Bakar An naqqaasy, anbaana Ahmad bin Al 'Abbas Ath thabari, anbaana Al Kisaaiy, anbaana Abu Mua'wiyah dari Al A'masy dari Ibrahim dari Al Qamah dari Abu Sa'id Al Khudri.

Dalam sanadnya terdapat Abu Bakar An Naqqasy, ia tukang dusta, Al Kisaaiy di sini bukan ahli Nahwu yang masyhur, tidak diketahui siapa ia, dan Alqamah tidak pernah mendengar dari Abu Sa'id..

ورواه أبو بكر محمد بن الحسن النقاش من طريق الكسائي، قال ابن ناصر، هو أبو الحسن على بن حمزة الكسائي المقدسي الكوفي، أنبأنا أبو معاوية، أنبأنا الأعمش، عن إبراهيم، عن علقمة، عن أبي سعيد الخدري، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم.

"Dan Abu Bakar Muhammad bin Al Hasan juga meriwayatkan dari jalan Al Kisaaiy, ibnu Nashir berkata: "Ia adalah Abul Hasan Ali bin Hamzah Al Kisaaiy Al Maqdisi Al Kufi, anbaana Abu Mua'wiyah, anbaana Al A'masy dari Ibrahim dari 'Alqamah dari Abu Sa'id Al Khudri, Rasulullah shallallahu 'alaihi waallam bersabda:

إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السموات والأرض منها أربعة حرم: رجب لا يقارنه من الأشهر أحد، ولذلك يقال له: شهر الله الأصم، وثلاثة أشهر متواليات: يعني ذا القعدة وذا الحجة والمحرم. إلا وإن رجبا شهر الله، وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي. فمن صام من رجب يوما إيمانا واحتسابا استوجب رضوان الله الأكبر، وأسكنه الفردوس الأعلى، ومن صام من رجب يومين فله من الأجر ضعفان، وزن لك ضعف مثل جبال الدنيا. ومن صام من رجب ثلاثة أيام جعل الله بينه وبين النار خندقا، طول مسيرة ذلك اليوم سنة. ومن صام من رجب أربعة أيام عوفي من البلاء، ومن الجذام، والجنون والبرص، ومن فتنة المسيح الدجال، ومن عذاب القبر. ومن صام من رجب خمسة أيام وقى عذاب القبر، ومن صام من رجب ستة أيام خرج من قبره ووجهه أضوأ من القمر ليلة البدر. ومن صام من رجب سبعة أيام فإن لجهنم سبعة أبواب، يغلق الله - تعالى - عنه بصوم كل يوم بابا من أبوابها. ومن صام من رجب ثمانية أيام فإن للجنة ثمانية أبواب، يفتح الله له بكل صوم يوم بابا من أبوابها. ومن صام من رجب تسعة أيام خرج من قبره وهو ينادي: لا إله إلا الله، فلا يرد وجهه دون الجنة، ومن صام من رجب عشرة أيام جعل الله له على كل ميل على الصراط فراشا يستريح عليه. ومن صام من رجب أحد عشر يوما لم يواف عبد يوم القيامة بأفضل منه إلا من صام مثله، أو زاد عليه. ومن صام من رجب اثني عشر يوما كساه الله يوم القيامة حلتين الحلة الواحدة خير من الدنيا وما فيها. ومن صام من رجب ثلاثة عشر يوما وضع له يوم القيامة مائدة في ظل العرش، فأكل عليها والناس في شدة شديدة. ومن صام من رجب أربعة يوما أعطاه الله من الثواب مالا عين رأت، ولا أذن سمعت، ولا خطر على قلب بشر. ومن صام من رجب خمسة عشر يوما وقفه الله يوم القيامة موقف الآمنين.

"Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah ada 12 bulan dalam kitab Allah, pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, diantaranya adalah empat bulan haram; Rajab tidak disandingkan dengan bulan-bulan lainnya, oleh karena itu dikatakan: Ia adalah bulan Allah yang mulia, dan tiga bulan berturut-turut yakni Dzul qa'dah, Dzul Hijjah dan Muharram. Akan tetapi rajab adalah bulan Allah, sya'ban adalah bulanku dan ramadlan adalah bulan umatku.

Barang siapa yang berpuasa sehari di bulan rajab, ia wajib mendapatkan keridlaan Allah yang paling besar, dimasukkan ke dalam surga firdaus yang paling tinggi. Dan barang siapa yang berpuasa dua hari, maka ia akan mendapatkan pahala dua kali lipatnya, senilai timbangan gunung di dunia. Dan barang siapa yang berpuasa tiga hari di bulan rajab, Allah akan menjadikan parit antara ia dengan api neraka, jaraknya setahun. Dan barang siapa yang berpuasa empat hari, ia akan diselamatkan dari bala, kusta, gila dan sopak dan dilindungi dari fitnah Al Masih Dajjal dan adzab kubur. Barang siapa yang berpuasa lima hari, ia akan diselamatkan dari adzab kubur, dan barang siapa yang berpuasa enam hari, ia akan keluar dari kuburnya dalam keadaan wajahnya lebih bersinar dari rembulan di malam purnama. Dan barang siapa yang puasa rajab tujuh hari, maka sesungguhnya api Neraka mempunyai tujuh pintu, Allah akan tutupkan setiap pintu untuk setiap harinya. Barang siapa yang berpuasa rajab delapan hari, sesungguhnya surga mempunyai delapan pintu, Allah akan bukakan setiap pintu untuk setiap harinya. Barang siapa yang berpuasa sembilan hari, ia akan keluar dari kuburnya dalam menyeru: Laa ilaaha illallah, maka wajahnya tidak akan dikembalikan kecuali kepada surga. Barang siapa yang berpuasa sepuluh hari, Allah akan menjadikan setiap mil di jembatan shirat kasur untuk istirahatnya. Barang siapa yang berpuasa sebelas hari, tidak ada balasan yang terbaik bagi hamba kecuali orang yang beramal semisal dengannya. Barang siapa yang berpuasa dua belas hari, akan Allah pakaikan untuknya dua buah hullah (pakaian), satu hullahnya lebih baik dari dunia dan seisinya. Barang siapa yang berpuasa tiga belas hari, akan diletakkan untuknya hidangan di bawah 'Arasy, ia akan makan sementara manusia dalam kesusahan yang amat susah. Barang siapa yang berpuasa rajab empat belas hari, Allah akan memberikan kepadanya, sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tak pernah terbayang dalam pikiran. Dan barang siapa yang berpuasa lima belas hari, Allah akan dirikan ia pada hari kiamat di tempat orang-orang yang aman".

Ibnu Nashir berkata: Hadits ini gharib sanadnya 'ali dari hadits Abu Mu'awiyah Adl Dlarir dari Al A'masy, dan ia juga gharib dari hadits 'Alqamah dari Abu Sa'id, bersendirian padanya Abu Amru Ath Thabari, dan tidak diketahui kecuali dari periwayatannya, dan kami tidak pernah mendengarnya kecuali dari riwayat Abu Bakar An Naqqasy.

Aku mengatakan: "Perkataan ini tidak layak diucapkan oleh ahli naqd, bagaimana ia melariskan hadits yang batil ini atas nama ibnu Nashir, padahal telah diketahui bahwa An Naqqasy ini tukang dusta, dajjal !! kita memohon kepada Allah keselamatan. Demi Allah! Abu Mu'awiyah tidak pernah meriwayatkan hadits ini tidak juga para perawi di atasnya, dan Al Kisaaiy di sini bukan Ali bin Hamzah Al Maqdisi Ahli Nahwu, banyak ulama yang menyatakan demikian, diantaranya adalah Abul Khathab bin Dihyah, ia berkata: "Al Kisaaiy yang disebutkan dalam sanad hadits itu tidak diketahui siapa ia". Dan beliau juga berkata setelah mengeluarkan hadits itu: "Hadits ini palsu".

Hadits ini mempunyai jalan lain yang sangat lemah juga, di dalam sanadnya terdapat perawi-perawi yang majhul.. di dalamnya terdapat tambahan dan pengurangan. Dan Al Baihaqi meriwayatkan dalam fadlail al auqat dari jalan Gunjar dari Nuh bin Abi Maryam dari Zaid Al 'Amaa dari Yazid Ar raqasyi dari Anas, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:

خيرة الله من الشهور شهر رجب، وهو شهر الله، من عظم شهر رجب فقد عظم أمر الله أدخله جنات النعيم، وأوجب له رضوانه الأكبر، وشعبان شهري، فمن عظم شهر شعبان فقد عظم أمري، ومن عظم أمري كنت له فرطا وذخرا يوم القيامة، وشهر رمضان شهر أمتي، فمن عظم شهر رمضان، وعظم حرمته، ولم ينتهكه، وصام نهاره، وقام ليله، وحفظ جوارحه، خرج من رمضان وليس عليه ذنب يطالبه الله تعالى به.

"Bulan pilihan Allah adalah bulan Rajab, ia adalah bulan Allah, barang siapa yang mengagungkan bulan Rajab, maka ia telah mengagungkan perintah Allah, dan Allah akan memasukkannya ke dalam surga Na'iim, dan barang siapa yang mengagungkan perintahku, maka akulah yang menjadi pembelanya pada hari kiamat. Dan bulan ramadlan adalah bulan umatku, siapa yang mengagungkan bulan ramadlan, menghormati keharamannya dan tidak melanggarnya, ia berpuasa di siang harinya dan qiyam di malam harinya serta menjaga anggota tubuhnya, ia akan keluar dari bulan Ramadlan dalam keadaan tidak mempunyai dosa yang akan dimintai oleh Allah kelak".

Al Baihaqi berkata: "Hadits ini sangat mungkar".

Aku berkata: "Bahkan ia palsu, jelas sekali kepalsuannya, dipalsukan oleh Nuh yaitu Abu 'Ishmah, ia suka memalsukan hadits, dialah yang dikatakan oleh para ulama: "Nuh Al Jami' mengumpulkan segala sesuatu kecuali kejujuran". Al Khalili berkata: "Kelemahannya disepakati oleh para ulama".

Hadits palsu lainnya:

عن أنس، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "فضل شهر رجب على سائر الشهور كفضل القرآن على سائر الأذكار، وفضل شعبان على سائر الشهور، كفضل محمد على سائر الأنبياء، وفضل رمضان على سائر الشهور، كفضل الله على عباده".

Dari Anas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Keutamaan bulan Rajab di atas seluruh bulan adalah seperti keutamaan Muhammad di atas seluruh nabi, dan keutamaan ramadlan di atas seluruh bulan adalah seperti keutamaan Allah di atas seluruh ahamba-hambaNya".

Perawi-perawi sanad hadits ini semuanya tsiqat kecuali As Siqthi, dialah penyakitnya, karena ia terkenal suka memalsukan hadits dan menyusun sanad sendiri, dan perawi-perawi lainnya tidak pernah menyampaikan hadits seperti ini.

Hadits palsu lainnya:

حديث رجب، شهر الله ويدعى الأصم، وكان أهل الجاهلية إذا دخل رجب يعطلون أسلحتهم ويضعونها، فكان الناس يأمنون وتأمن السبل ولا يخافون بعضهم بعض حتى ينقضي.

Hadits: Rajab adalah bulan Allah yang disebut dengan Al Ashamm, dahulu kaum jahiliyah meletakkan senjata-senjata mereka, dan orang-orang merasa aman dan jalanpun aman, sebagian mereka tidak merasa takut kepada yang lainnya sampai selesainya bulan tersebut".

Hadits ini walaupun maknanya shahih, akan tetapi tidak sah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ia diwayatkan oleh Ghunjar dari Abaan bin Sufyan dari Ghalib bin Ubaidullah dari Atha dari Aisyah. Sedangkan Aban dan Ghalib keduanya suka memalsukan hadits.

"رجب شهر الله الأصم، من صام من رجب يوما إيمانا واحتسابا استوجب رضوان الله الأكبر".

"Rajab adalah bulan Allah Al Ashamm, barang siapa yang berpuasa sehari di bulan rajab karena iman dan berharap pahala, ia wajib mendapatkan keridlaan Allah yang paling besar".

Hadits ini tidak ada asalnya, dibuat oleh Abul Barakat As Siqthi lalu membuat sanad sendiri untuknya..

Hadits palsu lainnya:

حديث: "من صام ثلاثة أيام من رجب كتب الله له صيام شهر، ومن صام سبعة أيام أغلق عنه سبعة أبواب النار، ومن صام ثمانية أيام فتح الله له ثمانية أبواب الجنة، ومن صام نصف رجب كتب الله له رضوانه، ومن كتب الله له رضوانه لم يعذبه، ومن صام رجبا كله حاسبه الله حسابا يسيرا".

Hadits: "Barang siapa yang berpuasa di bulan Rajab, Allah akan tuliskan untuknya puasa sebulan penuh, dan barang siapa yang berpuasa tujuh hari, Allah akan tutupkan tujuh pintu Neraka jahannam untuknya, dan barang siapa yang berpuasa delapan hari, Allah akan membukakan delapan pintu surga untuknya, dan barang siapa yang berpuasa setengah bulan rajab, Allah akan tuliskan keridlaan untuknya, dan barang siapa yang Allah tuliskan keridlaan untuknya, ia tidak akan diadzab, dan barang siapa yang berpuasa rajab sebulan penuh, ia akan di hisab dengan hisab yang ringan".

Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Qasim As Samarqandi dari jalan Amru bin Al Azhar dari Aban bin 'Ayyasy dari Anas. Dan Amru bin Al Azhar ini dianggap pendusta oleh Yahya bin Ma'in dan lainnya, sedangkan Aban telah berlalu penjelasannya.

Hadits palsu lainnya:

حديث: " من فرج عن مؤمن كربة في رجب أعطاه الله تعالى في الفردوس قصرا مد بصره، أكرموا رجبا يكرمكم الله بألف كرامة".

Hadits: "Barang siapa yang menghilangkan kesusahan seorang mukmin di bulan rajab, Allah akan memberikan untuknya di dalam surga firdaus sebuah istana sejauh mata memandang, muliakanlah bulan rajab, niscaya Allah akan memuliakanmu dengan seribu kemuliaan".

Hadits ini tidak ada asalnya, ia dibuat oleh Abul Barakat As Siqthi semoga Allah tidak memberkahinya, lalu ia membuat sendiri sebuah sanad untuknya yang para perawinya tsiqat.

Hadits palsu lainnya:

حديث: "رجب من أشهر الحرم، وأيامه مكتوبة على أبواب السماء السادسة، فإذا صام الرجل منه يوما، وجود صومه بتقوى الله، نطق الباب ونطق اليوم، فقالا: يا رب اغفر له، وإذا لم يتم صومه بتقوى الله لم يستغفرا له".

Hadits: "Rajab adalah termasuk bulan-bulan haram, hari-harinya tertulis di pintu-pintu

langit, apabila seseorang berpuasa sehari di bulan rajab, dan memperbagus puasanya dengan bertaqwa kepada Allah, pintu langit akan berbicara, dan hari itu juga akan berbicara: "Ya Rabb, ampunilah ia". Dan apabila puasanya tidak disertai dengan ketaqwaan kepada Allah, keduanya tidak akan memohonkan ampunan untuknya".

Hadits ini dikeluarkan Abu Sa'id Al Ashbahani dalam kitab fadlu shiyam dari hadits Abu Sa'id Al Khudri, namun di dalam sanadnya ada Isma'il bin Yahya At Tamimi, ia terkenal berdusta".

Hadits palsu lainnya:

حديث: "من صام يوما من رجب كان كصيام سنة، ومن صام سبعة أيام غلقت عنه أبواب جهنم، ومن صام ثمانية أيام فتحت له ثمانية أبواب الجنة، ومن صام عشرة أيام لم يسأل الله شيئًا إلا أعطاه، ومن صام خمسة عشر يوما نادى مناد في السماء قد غفر لك ما سلف، فاستأنف العمل، ومن زاد زاده الله، وفي شهر رجب حمل نوح السفينة فصام، وأمر من معه أن يصوموا".

Hadits: "Barang siapa yang berpuasa sehari di bulan rajab, maka ia seperti puasa setahun, dan barang siapa yang berpuasa Allah akan tutupkan tujuh pintu Neraka jahannam untuknya, dan barang siapa yang berpuasa delapan hari, Allah akan membukakan delapan pintu surga untuknya, dan barang siapa yang berpuasa sepuluh hari, semua permintaannya akan dikabulka oleh Allah, dan barang siapa yang berpuasa lima belas hari, akan menyeru seorang penyeru dari langit: "Allah telah mengampuni semua dosamu, maka mulailah beramal kembali. Dan barang siapa yang menambah lebih dari itu, Allah akan tambahkan. Di bulan rajab nabi Nuh di bawa di atas perahu dan ia berpuasa dan menyuruh orang-orang yang bersamanya agar berpuasa".

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam fadlail al auqat, Al Kattani dalam fadlail Rajab, dan Abul Qasim At Taimi dalam targhib wat Tarhib dari jalan 'Utsman bin Mathar dari Abdul Ghafur dari Abdul 'Aziz bin Sa'id dari ayahta dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Utsman bin Mathar ini dianggap pendusta oleh ibnu Hibban, dan para ulama bersepakat melemahkannya.

عن أنس بن مالك، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "من صلى المغرب من أول ليلة من رجب، ثم صلى بعدها عشرين ركعة، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب، وقل هو الله أحد مرة، ويسلم فيهن عشر تسليمات، أتدرون ما ثوابه؟ فإن الروح الأمين جبريل علمني ذلك، قلنا: الله ورسوله أعلم، قال: حفظه الله في نفسه وأهله وماله وولده، وأجير من عذاب القبر، وجاز على الصراط كالبرق بغير حساب ولا عذاب".

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu 'alaihi waallam bersabda: "Barang siapa yang shalat maghrib di malam pertama dari bulan rajab, kemudian setelah shalat dua puluh rakaat, setiap rakaatnya membaca Al Fatihah dan qul huwallahu ahad sekali, dan mengucapkan salan dua sepuluh kali salam, tahukah kamu apa pahalanya? Sesungguh Jibril mengejarkan aku demikian". Kami berkata: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui". Beliau bersabda: "Allah akan menjaga dirinya, keluarganya, hartanya, dan anaknya, dan ia akan dilindungi dari adzab kubur, dan dapat melewati jembatan shirat seperti kilat dengan tanpa hisab dan adzab".

Ibnul Jauzi berkata: "Hadits ini palsu dan para perawinya majhul".

صلاة في رجب....

عن ابن عباس، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " من صام يوما من رجب، وصلى فيه أربع ركعات، يقرأ في أول ركعة مائة مرة آية الكرسي، وفي الركعة الثانية قل هو الله أحد مائة مرة، لم يمت حتى يرى مقعده من الجنة، أو يرى له ".

Shalat Rajab.. dari ibnu Abbas, Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa berpuasa rajab dan shalat empat rakaat, dirakaat pertama membaca ayat kursi seratus kali, dan di rakaat kedua qul huwallahu ahad seratus kali, ia tidak akan meninggal sampai diperlihatkan kepadanya tempat duduknya di surga".

Ibnul Jauzi berkata: "Hadits ini palsu atas nama Rasulullah, dan kebanyakan perawinya majhul, dan Utsman adalah perawi yang matruk menurut para ulama hadits".

Hadits palsu lainnya:

عن عبد الله بن عباس، أنه قال: من صلى ليلة سبع وعشرين من رجب اثنتي عشرة ركعة يقرأ في كل ركعة منها بفاتحة الكتاب وسورة، فإذا فرغ من صلاته قرأ فاتحة الكتاب سبع مرات وهو جالس، ثم قال: سبحان الله والحمد الله ولا إله إلا الله والله وأكبر ولا حول لله ولا قوة إلا بالله العلي العظيم أربع مرات، ثم أصبح صائما، حط الله عنه ذنوبه ستين سنة. وهى الليلة التي بعث فيه محمد صلى الله عليه وسلم.

Dari ibnu Abbas ia berkata: "Barang siapa yang shalat di malam yang ke dua puluh tujuh rajab dua belas rakaat, di setiap rakaatnya membaca Al Fatihah dan surat, dan apabila telah selesai shalat ia membaca Al Fatihah tujuh kali dalam keadaan duduk, kemudian mengucapkan: "Subhanallah, Al Hamdulillah, Laa ilaha illallah, Allahu Akbar dan Laa haula walaa quwwata illa billahil 'aliyyil 'adziem, kemudian di pagi harinya ia berpuasa, Allah akan menggugurkan dosa-dosanya selama enam puluh tahun, dan ia adalah malam diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam".

Al Hafidz ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini palsu.

Hadits palsu lainnya:

صلاة الرغائب... عن أنس بن مالك، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "رجب شهر الله وشعبان شهري ورمضان شهر أمتي.. وذكر فيه: ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم وما من أحد يصوم يوم الخميس، أول خميس من رجب، ثم يصلي فيما بين العشاء والعتمة، يعنى ليلة الجمعة. اثني عشرة ركعة، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة، وإنا أنزلنا في ليلة القدر، ثلاث مرات، وقل هو الله أحد اثنتى عشرة مرة، يفصل بين كل ركعتين بتسليمة؛ فإذا فرغ من صلاته صلى سبعين مرة، يقول: اللهم صلي على محمد النبي الأمي، وعلى آله، ثم يسجد، فيقول في سجوده: سبوحقدوس رب الملائكة والروح، سبعين مرة، ثم يرفع رأسه، فيقول: اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم إنك أنت العزيز الأعظم، سبعين مرة، ثم يسجد الثانية، فيقول مثل ما قال في السجدة الأولى، ثم يسأل الله تعالى - حاجته، فإنها تقضى.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: والذي نفسي بيده ما من عبد ولا أمة صلى هذه الصلاة إلا غفر له جميع ذنوبه، ولو كانت مثل زبد البحر، وعدد ورق الأشجار... الحديث

Shalat raghaib.. dari Anas, Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam bersabda: "Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku dan ramadlan adalah bulan umatku.. dan disebutkan padanya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa saja yang berpuasa di awal kamis di bulan rajab, kemudian shalat antara isya dan 'atamah –yakni di malam jum'at- 12 rakaat, disetiap rakaat membaca Al Fatihah, dan Al Qadar 3 kali dan al ikhlas 12 kali, setiap dua rakaat mengucapkan salam, dan apabila telah selesai dari shalat, ia bershalawat 70 kali, ia berkata:

"Allahuma shali 'ala Muhammad An Nabiyil ummiy wa 'ala aalihi".

Kemudian ia bersujud, dan mengucapkan ketika sujudnya: "Subbuhun quddusun rabbul malaikatu warruuh". 70 kali, kemudian ia mengangkat kepalanya dan mengucapkan: "Ighfir warham wa tajaawaz 'amma ta'lam innaka antal 'azizul a'dzam". 70 kali, kemudian sujud yang kedua kalinya, kemudian mengucapkan seperti apa yang ia ucapkan di sujud pertama, lalu ia meminta kepada Allah, pasti ia akan dikabulkan".

Rasulullah bersabda lagi: "Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, tidak ada seorang hambapun yang melakukan shalat ini kecuali akan diampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih di lautan, dan sebanyak jumlah dedaunan… sampai akhir hadits.

Ibnul Jauzi berkata: "Hadits ini palsu atas nama Nabi Shallallahu 'alaihi wasllam, ibnu Jahdlam dialah yang dituduh oleh para ulama memalsukannya, dan dinisbatkan kepada dusta". Aku mendengar syaikh kami berkata: "Rijal-rijalnya majhul, aku telah memeriksa di semua buku, namun aku tidak menemukannya".

Hadits palsu lainnya:

عن أنس بن مالك، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من صلى ليلة النصف من رجب، أربع عشرة ركعة، يقرأ في كل ركعة الحمد مرة، وقل هو الله أحد إحدى عشرة مرة، وقل أعوذ برب الناس ثلاث مرات فإذا فرغ من صلاته صلى عليّ عشر مرات، ثم يسبح الله ويحمده، ويكبره ويهلله ثلاثين مرة، بعث الله إليه ألف ملك، يكتبون له الحسنات، ويغرسون له الأشجار في الفردوس، ومحي عنه كل ذنب أصابه إلى تلك الليلة ولم يكتب عليه إلا مثلها من القابل، ويكتب له بكل حرف قرأ في هذه الصلاة سبعمائة حسنة، وبني له بكل ركوع وسجود عشرة قصور في الجنة من زبرجد أخضر وأعطي بكل ركعة عشر مدائن في الجنة ملك فيضع يده بين كتفيه، فيقول له. استأنف العمل. فقد غفر لك ما تقدم من ذنبك.

Dari Anas bin malik, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang shalat di malam nishfu rajab 14 rakaat, di setiap rakaat ia membaca alfatihah sekali, al ikhlash 11 kali, dan An naas 3 kali. Dan apabila telah selsai shalat ia bershalawat kepadaku 10 kali, kemudian bertasbih, tahmid, takbir dan tahlil 30 kali. Allah akan mengutus kepadanya seribu malaikat untuk menulis kebaikan-kebaikannya, dan menanamkan pepohon untuk di surga firdaus, dan dihapus semua dosanya yang ia lakukan yang ia lakukan di malam itu, dan dituliskan untuknya pada setiap huruf yang ia baca di dalam shalat tersebut 700 kebaikan, dan untuk setiap ruku' dan sujudnya dibangunkan sepuluh istana yang terbuat dari permata hijau, dan setiap rakaatnya akan diberikan sepuluh kota di dalam surga, dan malaikat berkata kepadanya: "Mulailah beramal kembali, sungguh dosa-dosamu telah diampuni".

Ibnul Jauzi berkata: "Hadits ini palsu, dan para perawinya majhul, dan sanadnya amat jelas disusun sendiri, tampaknya ini adalah dari perbuatan Al Husain bin Ibrahim".

Hadits palsu lainnya:

عن على بن أبى طالب - رضي الله عنه - قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن شهر رجب شهر عظيم، من صام منه يوما كتب الله له صوم ألف سنة، ومن صام منه يومين كتب له صوم ألفى سنة، ومن صام منه ثلاثة أيام، كتب الله له صوم ثلاثة آلاف سنة، ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه أبواب جهنم، ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له أبواب الجنة الثمانية، فيدخل من أيها شاء، ومن صام خمسة عشر بدلت سيئاته حسنات ونادى مناد من السماء قد غفر لك، فاستأنف العمل، ومن زاد زاده الله.

Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya rajab adalah bulan yang agung, barang siapa yang berpuasa sehari di bulan rajab, Allah akan tuliskan untuknya puas seribu tahun, dan barang siapa yang berpuasa dua hari, akan dituliskan untuknya puasa dua ribu tahun, dan barang siapa yang berpuasa tiga hari, akan dituliskan untuknya puasa tiga ribu tahun. Dan barang siapa yang berpuasa tujuh hari, akan ditutup pintu-pintu Neraka jahannam untuknya, dan barang siapa yang berpuasa delapan hari, akan dibukakan delapan pintu surga untuknya, yang akan ia masuk dari pintu mana saja yang ia suka. Dan barang siapa yang berpuasa 15 hari, keburukannya akan diganti dengan kebaikan, dan seorang penyeru dari langit akan berkata: "telah diampuni untukmu, maka mulailah beramal kembali". Dan barang siapa yang menambah, Allah akan tambahkan lagi".

Hadits ini palsu tidak diragukan lagi, yang tertuduh adalah Al Khuttali.

Hadits palsu lainnya:

عن أبى ذر، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " من صام يوما من رجب عدل صيام شهر، ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه أبواب الجحيم السبعة، ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له أبواب الجنة الثمانية، ومن صام عشر أيام بدّل الله سيئاته حسنات، ومن صام ثمانية عشر نادى مناد قد غفر الله ما مضى، - فاستأنف العمل.

Dari Abu Dzarr, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang berpuasa sehari rajab, maka sama dengan berpuasa sebulan, dan barang siapa yang berpuasa tujuh hari akan ditutup pintu-pintu Neraka jahannam untuknya, dan barang siapa yang berpuasa delapan hari, akan dibukakan delapan pintu surga untuknya, dan barang siapa yang berpuasa sepuluh hari keburukannya akan diganti dengan kebaikan, dan barang siapa yang berpuasa 18 hari, seorang penyeru dari langit akan berkata: "telah diampuni untukmu dosamu yang telah berlalu, maka mulailah beramal kembali".

Dikeluarkan oleh Al Kattani dalam fadllu rajab dan di dalam sanadnya terdapat Risydin dan Al Hakam yang keduanya matruk.

Hadits palsu lainnya:

عن أنس بن مالك، قال: خطب رسول الله صلى الله عليه وسلم قبل رجب بجمعة، فقال: أيها الناس، إنه قد أظلكم شهر عظيم، شهر رجب، شهر الله، الأصم، تضاعف فيه الحسنات، وتستجاب فيه الدعوات، ويفرج عن الكربات، لا يرد فيه للمؤمنين دعوة، فمن اكتسب فيه خيراً ضوعف له فيه أضعافاً مضاعفة، والله يضاعف لمن يشاء. فعليكم بقيام ليله، وصيام نهاره، فمن صلى في يوم فيه خمسين صلاة يقرأ في كل ركعة ما تيسر من القرآن، أعطاه الله من الحسنات بعد الشفع والوتر، وبعد الشعر والوبر، ومن صام يوماً منه كتب له به صيام سنة، ومن خزن فيه لسانه لقنه الله حجته عند مساءلة منكر ونكير، ومن تصدق فيه بصدقة كان بها فكاك رقبته من النار، ومن وصل فيه رحمه وصله الله في الدنيا والآخرة، ونصره على أعدائه أيام حيانه، ومن عاد فيه مريضاً أمر الله كرام ملائكته بزيارته والتسليم عليه، ومن صلى فيه على جنازة فكأنما أحيا مؤودة، ومن أطعم مؤمناً فيه طعاما أجلسه الله يوم القيامة على مائدة عليها إبراهيم ومحمد، ومن سقى فيه شربة ماء سقاه الله من الرحيق المختوم، ومن كسا فيه مؤمناً كساه الله ألف حلة من حلل الجنة، ومن أكرم فيه يتيما، ومسح يده على رأسه غفر الله له بعدد كل شعرة مستها يده، ومن استغفر الله فيه مرة واحدة غفر الله له، ومن سبح الله تسبيحة أو هلل تهليلة كتب عند الله من الذاكرين الله كثيراً والذاكرات، ومن ختم فيه القرآن مرة واحدة ألبس هو ووالده يوم القيامة كل واحد منهم تاج مكلل باللؤلؤ والمرجان وأمن فزع يوم القيامة.

Dari Anas bin Malik ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah seminggu sebelum bulan rajab, beliau bersabda: "Wahai manusia, akan datang kepada kalian sebuah bulan yang agung, ia adalah bulan rajab, bulan Allah Al Ashamm, kebaikan pada waktu itu dilipat gandakan, do'a-do'a akan dikabulkan, berbagai kesusahan akan dihilangkan, do'a kaum mukminin tidak akan ditolak, siapa yang berbuat kebaikan akan dilipat gandakan berkali-kali lipat, maka hendaklah kamu qiyam di waktu malamnya, dan berpuasa di waktu siangnya.

Barang siapa yang shalat dalam suatu hari lima puluh kali, disetiap rakaatnya ia membaca apa yang mudah baginya dari Al Qur'an, maka Allah akan memberikan pahala kepadanya amat besar, siapa yang puasa sehari padanya, akan dituliskan untuknya puasa setahun, dan siapa yang menjaga lisannya di bulan itu, Allah akan mengokohkan lisannya ketika ditanya oleh Malaikat Munkar dan Nakir. Barang siapa yang bershadaqah padanya, ia akan dibebaskandari api Neraka. Barang siapa yang menyambung silaturahmi padanya, Allah akan sambung di dunia dan akhirat, dan menolongnya selama ia hidup dari musuh-musuhnya, dan barang siapa yang menjenguk orang sakit di bulan Rajab, maka Alla akan menyuruh para malaikat-Nya yang mulia agar berkunjung dan mengucapkan salam kepadanya. Dan barang siapa yang menshalat janazah pada bulan itu, seakan-akan ia telah menghidupkan kembali anak-anak kecil yang dikubur hidup-hidup.

Dan barang siapa yang memberikan makanan kepada seorang mukmin di bulan itu, Allah akan mendudukannya pada hari kiamat di sebuah meja makan yang disitu ada Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad. Dan barang siapa yang memberikan minum kepada seorang mukmin di bulan itu, Allah akan memberinya minum dari Ar Rahiqil Makhtum… sampai akhir hadits.

Al Hafidz berkata: "Hadits ini palsu dan sanadnya majhul".

Hadits palsu lainnya:

عن سلمان الفارسي، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :" في رجب يوم وليلة، من صام ذلك اليوم، وقام تلك الليلة كان كمن صام من الدهر مائة سنة، وقام مائة سنة، وهو لثلاث بقين من رجب، وفيه بعث، الله محمدًا.

Dari Salman Al Farisi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Di bulan rajab ada sehari semalam, siapa yang berpuasa pada hari itu, dan qiyam pada malam harinya, maka ia seperti orang yang berpuasa selama seratus tahun, dan qiyam selama seratus tahun, dan itu terjadi pada tiga hari tersisa dari bulan rajab, pada hari itu Allah mengutus Muhammad".

Hadits ini sangat mungkar, Hayyaj bin Bistham Al Harawi, di dla'ifkan oleh ibnu Ma'in, dan Abu Dawud berkata: "Tarakuuh (para ulama meninggalkannya)". Al Hakim berkata: "Kesalahan hadits ini berasal dari anak Hayyaj yaitu Khalid".

عن مكحول: أن رجلا سأل أبا الدرداء عن صيام رجب، فقال: سألت عن شهر كانت الجاهلية تعظمه في جاهليتها، وما زاده الإسلام إلا فضلا وتعظيما، ومن صام منه يوما تطوعا، يحتسب به ثواب الله ويبتغى به وجه الله مخلصاً أطفأ صومه ذلك اليوم غضب الله، وغلق عنه بابا من أبواب النار، ولو أعطى ملء الأرض ذهبا ما كان حقاً له، لا يستكمل أجره بشيء من الدنيا دون يوم الحساب، وله عشر دعوات مستجابات، فإن دعا بشيء في عاجل الدنيا أعطيه، وإلا أدخر له من الخير كأفضل ما دعا داع من أولياء الله، وأحبائه، وأصفيائه، ومن صام يومين كان له مثل ذلك، وله مع ذلك أجر عشرة من الصديقين في عمرهم بالغة أعمارهم، وشفع في مثل ما شفعوا فيه، فيكون في زمرتهم حتى يدخل الجنة معهم، ويكون من رفقائهم، ومن صام ثلاثة أيام كان له مثل ذلك، وقال الله له عند إفطاره. لقد وجب حق عبدي هذا، ووجبت له محبتي، أشهدكم يا ملائكتي أني قد غفرت ما تقدم من ذنبه، وما تأخر [فذكر الحديث بألفاظ نحو هذا الجنس يقول فيه]: ومن صام تسعة أيام منه رفع كتابه في عليين، وبعث يوم القيامة من الآمنين، ويخرج من قبره ووجه يتلألأ حتى يقول أهل الجمع هذا نبي مصطفى، وأن أدنى ما يعطى أن يدخل الجنة بغير حساب، ومن صام عشرة فبخ بخ بخ له مثل ذلك وعشرة أضعافه، وهو ممن يبدل الله - عز وجل - سيئاته حسنات ويكون من المقربين لله بالقسط، وكمن عبد الله ألف عام صائما قائما محتسبا، ومن صام عشرين يوما كان له مثل ذلك وعشرون ضعفا، وهوممن يزاحم خليل الله في قبته، ويشفع في مثل ربيعة ومضر، كلهم من أهل الخطايا والذنوب، ومن صام ثلاثين يوما كان له من جميع ذلك ثلاثين ضعفا، ونادى مناد من السماء أبشر يا ولي الله بالكرامة العظمى، والكرامة: النظر إلى وجه الله الجليل في مرافقة النبيين والصديقين، والشهداء والصالحين، وحسن أولئك وفيقا. طوبى لك طوبى لك ثلاث مرات، غدا إذا انكشف الغطاء ' فأفضيت إلى جسيم ثواب ربك الكريم. فإذا نزل به الموت سقاه ربه عند خروج نفسه شربة من حياض القدس، ويهون سكرة الموت، حتى ما يجد للموت ألماً، ويطلع في قبره رياه، ويظل في الموقف ريان، حتى يرد حوض النبي صلى الله عليه وسلم وإذا خرج من قبره شيعه سبعون ألفًاُ من النجائب من الدر والياقوت، ومعهم الطرائف والحلي والحلل، فيقولون: يا ولي الله. التجىء إلى ربك الذي أظميت له نهارك، وانحلت له جسمك، فهو من أول الناس دخول جنات عدن يوم القيامة مع الفائزين الذين رضي الله عنهم ورضوا عنه. ذلك هو الفوز العظيم. فإن كان له في كل يوم يصوم على قدر قوته. فتصدق به فهيهات هيهات - ثلاثا - لو اجتمع الخلائق على أن يقدر وأقدر ما أعطى ذلك العبد من الثواب، ما بلغوا معشار العشر مما أعطى ذلك العبد من الثواب.

Dari Makhul ia berkata: "Ada seseorang yang bertanya kepada Abu Darda tentang puasa Rajab, Abu Darda berkata: "Engkau bertanya tentang bulan yang diagungkan oleh orang-orang jahiliyah di masa jahiliyahnya, dan islam telah menambahnya kemuliaan dan keagungan, barang siapa yang berpuasa sunnah dan hanya berharap wajah Allah saja, maka puasa di hari itu akan memadamkan kemurkaan Allah, dan akan ditutup sebuah pintu neraka untuknya… sampai akhir hadits.

Al Hafidz berkata: "Hadits ini palsu, tampak kepalsuannya. Semoga Allah memburukan orang yang membuat hadits ini, demi Allah, bulu kudukku berdiri ketika membacanya, semoga Allah memburukkan orang yang membuatnya, betapa beraninya ia terhadap Allah dan Rasul-Nya. Dan yang tertuduh adalah Daud bin Al Hibr atau Al 'Alaa bin Khalid, keduanya suka berdusta. Dan Makhul tidak bertemu dengan Abu Darda.

Inilah hadits-hadits yang dibawakan oleh Al Hafidz dalam kitab tabyinul 'ajab, jadi tidak ada keutamaan ibadah tertentu di bulan rajab, karena semua haditsnya lemah dan palsu, namun ia adalah bulan haram yang harus kita hormati sebagaimana bulan-bulan haram lainnya..